Home
Berita
Sepakbola
Hukum & Kriminal
Budaya
Wisata
Kuliner
Bisnis
Jatim Moncer
Foto
Video
Indeks

detikJatimWisata
Makam Syaikhona Kholil Bangkalan: Sejarah, Harga Tiket, dan Jam Bukanya
Rindang Krisnawati - detikJatim
Senin, 11 Sep 2023 20:15 WIB
BAGIKAN
Komentar
Foto: Kamaluddin
Wisata religi menjadi pilihan bagi sebagian orang yang memiliki ketertarikan dengan agama. Wisata religi bisa diartikan sebagai kegiatan wisata yang memiliki tujuan untuk melakukan kegiatan keagamaan. Di Indonesia sendiri, ada beberapa wisata religi yang terkenal seperti mengunjungi makam para Sunan, masjid-masjid, dan tempat berziarah lainnya. Beberapa wisata religi yang menarik ada di Jawa Timur seperti Makam Syaikhona Kholil.
Makam Syaikhona Kholil yang ada di Bangkalan, Madura. Makam ini menjadi salah satu destinasi wisata religi yang tidak pernah sepi pengunjung. Kira-kira bagaimana ya sejarahnya? Lalu berapa tarif yang dikenakan untuk mengunjungi makam ini? Yuk simak artikel ini agar kamu tahu lebih jelas mengenai Makam Syaikhona Kholil.
Sejarah Makam Syaikhona Kholil Bangkalan
Syaikhona Muhammad Kholil merupakan salah satu ulama besar yang berasal dari Bangkalan, Madura. Beliau lahir pada tanggal 25 Mei tahun 1835. Tanggal beliau lahir ini bertepatan dengan 9 Shafar 1252 Hijriah. Syaikhona mendapatkan gelar ini karena beliau dianggap memiliki derajat ilmu yang tinggi. Syaikhona Kholil memiliki murid berjumlah ratusan, yang diantaranya ada ulama-ulama besar dari Nahdlatul Ulama. Nah murid-muridnya di antara lain:
KH. Hasyim Asyari.
KH. Abdurrahman Wahid (Kakek Presiden keempat).
KH. As'ad Syamsul Arifin.
Syaikhona Kholil merupakan anak dari KH. Abdul Lathif yang masih memiliki hubungan dengan Sunan Gunung Jati. Abdul Lathif merupakan anak dari seorang Kyai yang bernama Hamim, keturunan dari Kiai Abdul Karim. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa Syaikhona Kholil berasal dari keluarga ulama. Karena latar belakang keluarganya ini, Syaikhona Kholil sangat tertarik untuk mempelajari ilmu agama lebih dalam. Saat kecil, Syaikhona Kholil mampu menghafal seribu bait dari nadzom Alfiyah Ibnu Malik.
Dilansir melalui Darul Amanah, Syaikhona Kholil menimba ilmu tentang keagamaan melalui pesantren dan jazirah Arab. Selama hidupnya, Syaikhona Kholil berguru kepada Tuan Guru Agung atau yang dikenal dengan Bhujuk Agung. Selama menimba ilmu, beliau tidak hanya diberi pelajaran secara teori, maupun secara praktek juga.
Pesantren yang ada di Bangkalan dikenal dengan metode pembelajaran yang unik. Karena tidak perlu selalu dilakukan di pesantren. Pembelajaran mengenai agama bisa dilakukan saat sedang berjalan mengelilingi kota, saat sedang bersantai di bawah pohon, ataupun di pinggir sungai. Syaikhona Kholil hingga saat ini sering disebut sebagai bapak pesantren Indonesia.
Beliau wafat pada tahun 1925 saat berusia 106 tahun yang bertepatan dengan 29 Ramadhan 1341 Hijriah. Lokasi makamnya terletak di Desa Martajasah, kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Di lokasi makam Syaikhona Kholil terdapat sebuah masjid yang sengaja dibangun untuk simbol penghormatan kepada beliau. Masjid ini pada awalnya merupakan sebuah pesantren yang kemudian dibangun menjadi lebih besar lagi karena banyaknya peziarah. Masjid ini memiliki gaya arsitektur yang indah. Terdapat banyak sekali ornamen kaligrafi dengan sentuhan emas yang menghiasi dinding masjid ini.
Daya Tarik
Tak heran rasanya jika Makam Syaikhona Kholil tidak pernah sepi pengunjung. Pasalnya, makam ini memiliki daya tariknya sendiri. Seperti:
Terdapat makam ayah dari Syaikhona Kholil yakni Abdul Latif.
Terdapat makam anggota keraton.
Terdapat makam Waliyullah.
Terdapat sumur tua yang dipercaya dapat mendatangkan rezeki besar apabila kita melempar koin ke dalamnya.
Terdapat Masjid Syaikhona Muhammad Kholil yang memiliki arsitektur indah dengan plafon yang mengikuti bentuk kubah.
Fasilitas
Fasilitas yang ada pada Makam Syaikhona Kholil ini cukup banyak yakni seperti:
Kamar mandi.
Masjid sebagai tempat beribadah.
Bangku istirahat untuk bergantian saat...
Read moreKisah Mbah Kholil Bangkalan Mendapatkan Ilmu Laduni
Saat itu Mbah Kholil Bangkalan masih muda, masih semangat-semangatnya mengaji dan menuntut ilmu. Di masa itu ia mendengar ada seorang Kiai Alim di daerah Winongan, Pasuruan, Kiai Abu Dzarrin namanya.
Tak menunggu lama, langsung saja ia menuju Pasuruan untuk berguru pada Sang kiai. Tak peduli meski harus menempuh jarak jauh yang tentunya membutuhkan waktu berhari-hari.
Sesampainya di Winongan, ia disambut oleh kabar buruk, ternyata Kiai Abu Dzarrin sudah wafat beberapa hari sebelum kedatangannya. Mbah Kholil muda menangis.. Hancur sudah harapannya untuk menimba ilmu dari Kiai Abu Dzarrin.
Akhirnya ia berziarah ke makam beliau, mengucap salam lantas berkata :
“Bagaimana saya ini Kiai ? saya ingin sekali berguru kepada Kiai tapi sekarang Kiai sudah meninggal”
Kemudian Mbah Kholil duduk di makam Kiai Abu Dzarrin selama 41 hari. Membaca Al-Quran dan bertawassul kepada ‘calon’ gurunya itu.
Berkat ketulusan dan keikhlasannya, di hari terakhir beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan sosok lelaki berjubah putih yang mengenalkan dirinya sebagai Kiai Abu Dzarrin. Dalam mimpi itu Beliau mengajari Kiai Kholil beberapa kitab dalam Fan Nahwu. Ajaibnya, ketika bangun, maklumat-maklumat yang tadi ia dengar dari alam mimpi, masih melekat dalam ingatannya.! Konon kitab yang diajarkan Kiai Abu Dzarrin dalam mimpi Kiai Kholil itu adalah Jurumiah, Alfiah dan Imrithy.
Sampai sekarang ‘kejadian’ ini masih tercatat di makam Syaikh Abu Dzarrin. Di kain kelambu makamnya tertulis :
هذا قبر المرحوم الشيخ أبو ذر ولي الله نال العلم اللدني المرحوم شيخنا محمد خليل بن عبد اللطيف دمعان بنكلان ولي الله بسبب الاعتكاف في هذا المحل “Ini adalah makam Syaikh Abu Dzarrin waliyullah. Telah mendapat Ilmu ladunni Syaikhuna Kholil Bin Abdullathif Demangan Bangkalan Waliyullah karena ‘beri’tikaf’ di tempat ini. “
Tiba-tiba ada abang Wahhabi yang nyeletuk :
“Ah itu kan Syaikh Buty sama Mbah Kholil ulama baru-baru ini, sedangkan ulama-ulama salaf gak ada yang melakukan itu. Berdoa di kuburan itu bid’ah.. syirik !”
“Kamu sak ulama-ulamakmu itu apakah lebih salaf dibanding Imam Syafi’i ??”
Buka Tarikh Baghdad juz 1 halaman 123, di situ tercatat pengakuan Imam Syafi’i :
إني لأتبرك بأبي حنيفة و أجيء إلى قبره في كل يوم يعني زائرا فإذا عرضت لي حاجة صليت ركعتين و جئت إلى قبره و سألت الله تعالى الحاجة عنده فماتبعد عني حتى تقضى
“Aku selalu ‘ngalap’ berkah dari Imam Hanafi dan berziarah ke Makamnya setiap hari. Setiap aku memiliki hajat aku sholat 2 raka’at lantas mendatangi makam Imam Hanafi dan berdoa kepada Allah disana. Tak berselang lama hajat itu dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala”
Mari kita bertawassul dengan Barokah Mbah Kholil, Syaikh Buty, Syaikh Abu Dzarrin, Ibnu Athoillah dan poro ulama lainnya..Semoga hajat-hajat kita dimudahkan oleh Allah...
Read moreSyekh Kholil al-Bangkalani berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kiai Hamim, putra dari Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman inilah yang merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati dari pihak ibu.[4]
Pada usia 24 tahun, Syekh Kholil menikahi Nyai Asyik, putri Lodra Putih
Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.
Setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.
Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah.
Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Utuk ongkos pelayaran bisa ia tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.
Sesuai namanya, kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif ini merupakan kitab matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih). Yang menarik dari kitab setebal 52 halaman ini, adalah bukan hanya karena kemasyhuran penulisnya, melainkan kitab ini telah menampilkan landscape keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian lugas dan...
Read more