The trip to Gunung Fatuleu from Kupang city center is relatively short and scenic, taking approximately one hour by bike. The route is pleasant, with picturesque views that set the stage for the adventure ahead.
The hike itself is moderately challenging, taking about an hour for those in good physical condition. The trail includes stairs, which aid in the climb but also demand careful navigation due to the steep incline. For those planning a visit, it is crucial to wear appropriate hiking gear to navigate the steep and potentially slippery paths safely. Additionally, being prepared with water and snacks will ensure a comfortable journey.
Upon reaching the summit, hikers are rewarded with breathtaking panoramic views of the surrounding landscape. The effort put into the climb is more than compensated by the natural beauty and tranquility found at the top.
One of the significant advantages of visiting Gunung Fatuleu is that there are no entry fees. This makes it an accessible adventure for all, whether you're a solo traveler or with a group.
Despite its natural allure, Gunung Fatuleu could benefit from better maintenance and care. The local government should consider investing in the upkeep of the trails and facilities to ensure the safety and enjoyment of visitors. Enhanced maintenance would not only preserve the mountain’s beauty but also attract...
Read moreFatule’u (dalam bahasa Dawan/Atoin Meto berarti Batu Keramat) adalah sebuah bukit batu setinggi 875 dpl terletak di wilayah kabupaten Kupang. Kawasan administrative di sekitarnya diberi nama seturut nama gunung tersebut: kecamatan Fatuleu, kecamatan Fatuleu Tengah dan kecamatan Fatuleu Barat. Bukit batu ini pula yang menjadi landmark pemandangan pantai di Kota Kupang. Termasuk dalam wilayah Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu Tengah, Gunung Fatuleu terletak sekitar 40 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kupang di Oelamasi, atau kurang lebih 70 kilometer sebelah timur Kota Kupang. Pada hari Minggu atau hari libur lain, kawasan Gunung Fatuleu ramai dikunjungi. Sebagian pengunjung ada yang secara diam-diam ingin merasakan aura magis atau susuk yang terpancar dari gunung setinggi 1.111 meter di atas permukaan laut itu. Ada pula kelompok remaja berlatih olahraga panjat tebing di gunung itu. Gencarnya pilihan berwisata ke lokasi itu erat kaitannya dengan ketersediaan infrastruktur jalan sejak setahun lalu. Jalan beraspal mulus yang tersambung mulai titik persimpangan Lintas Timor di Lili, Kecamatan Fatuleu, adalah bagian dari Poros Tengah, yang nantinya membuka isolasi kawasan hingga menyentuh perbatasan Oekusi, Timor Leste. Panjang jalan poros tengah 159,2 kilometer. Hingga pertengahan Oktober 2015, bagian jalan yang sudah beraspal mulus mulai dari Lili hingga Kampung Kofi di Oelbitneno sepanjang 20 kilometer, atau sekitar tiga kilometer setelah Gunung Fatuleu. Berperan ganda Gunung Fatuleu sesungguhnya berperan ganda. Selain obyek wisata berdaya tarik tinggi, juga merupakan penanda bagi petani di sekitarnya. Jika masih berpemandangan cerah, pertanda hujan musim masih jauh. Sebaliknya kalau kabut mulai mampir dan bertengger di puncak atau sekitar dinding gunung, itu isyarat hujan musim segera tiba. Seperti diakui sejumlah tetua, isyarat itu dibutuhkan para petani untuk mengatur waktu tanam ladangnya secara tepat. Kawasan luas di sekitar Gunung Fatuleu merupakan wilayah empat kecamatan. Selain Fatuleu Tengah, tiga kecamatan lain adalah Fatuleu, Fatuleu Barat, dan Takari. Warga empat kecamatan itu umumnya petani lahan kering dan peternak sapi. Sejumlah petani di kawasan itu, Jumat (30/10/2015), mengakui ladang mereka sebenarnya sudah siap ditanami benih jagung, padi, dan kacang tanah. Meskipun waktunya sudah tiba, mereka belum berani melakukan tahapan kegiatan itu karena kabut belum kunjung datang dan menyelimuti atau bertengger sekitar puncak Gunung Fatuleu. Para petani itu di antaranya Gerson Bait (61) dan Marthen Tafuakan (69). Keduanya warga Kampung Naifalo, Desa Nunsaen; dan Kampung Kofi, Desa Oelbitneno. Kedua desa itu terletak di Kecamatan Fatuleu Tengah. Lainnya, Nikolaus Utan (41), warga Kampung Boni, Desa Tonaka, Kecamatan Fatuleu. ”Meskipun hujan belum turun, para petani biasanya segera menanami kebunnya dengan benih jagung, padi, dan kacangan kalau sudah menyaksikan puncak Gunung Fatuleu mulai berkabut. Kami punya kesaksian sejak turun-temurun bahwa hujan segera turun kalau gunung itu mulai berkabut,” kata Gerson Bait, tetua di kampungnya, Naifalo. Tetua Naifalo lainnya, Marthen Tafuakan, menjelaskan, petani belum berani menanami ladang mereka selama kawasan Gunung Fatuleu tetap berpemandangan cerah. ”Kalau Fatuleu masih cerah, itu tanda hujan masih jauh,” jelas Marthen Tafuakan yang juga tokoh masyarakat...
Read moreIndah, tempat wisata sekaligus olahraga outdoor yang cocok untuk uji adrenalin. Mohon pemda dan pengelola lebih serius dan inovatif dalam mengelola tempat wisata yang bagus ini. Bagi pengunjung, ayolah kaka nona, kaka nyong dong dan semua pengunjung lainnya, mari jaga alam ini. Jangan buang sampah sembarangan. Saat mendaki, kurangi membawa barang yang berpotensi jadi sampah nantinya. Bila temukan sampah di tengah pendakian, mari ambil dan isi tahan di kantong lalu dibawa ke bawah ketika turun gunung. Tidak direkomendasi untuk memakai pakaian terbuka jika mendaki. Lebih baik memakai celana panjang yang kainnya tidak kaku atau kainnya dapat menjamin kaki bisa digerakkan dengan leluasa. Lebih baik memakai sepatu ketimbang sandal. Ada baiknya memakai sarung tangan berbahan kain. Tinggi puncak gunung sekitar 1041-1119 mdpl (apk altimeter).
Pokoknya capek terbayarkan dengan pemandangan yg asri dan indah. Sehat2 dan keren selalu🔥
06...
Read more