Banteng Otanaha, secara administratif termasuk dalam Kelurahan Dembe 1, Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Dapat dicapai dari 2 arah yaitu dari pusat Kota Gorontalo ke arah Barat sejauh kurang lebih 10 km dan waktu tempuh sekitar 30 menit dengan kendaraan roda empat. Dengan kendaraan motor lebih cepat lagi. Jalan menuju lokasi ini beraspal mulus hanya saja sempit dan berkelok kelok sehingga dibutuhkan keahlian khusus dan ekstra hati-hati melewatinya. Jalan sempit yang hanya bisa dilewati 2 kendaraan berpapasan cukup padat lalu lintasnya. Menuju ke Banteng Otanaha dari arah kota kita akan disuguhi pemandangan Danau Limboto di sisi kanan dan di sisi kirinya adalah pemukiman penduduk yang cukup padat didirikan di atas bukit kapur.
Alternatif lainnya bisa dicapai dari arah Barat yakni dari Kabupaten Gorontalo sekitar 23 km dengan jarak tempuh 39 menit dengan mobil ke arah tenggara. Menggunakan jalur ini lumayan bagus karena jalan beraspal yang lebih lebar dibandingkan dengan jalur dari Kota Gorontalo. Jalurnya pun tidak banyak kelokan.
Benteng Otanaha sendiri, Juni 2018, kondisinya sudah sangat bagus dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Fasilitas pariwisata sudah dibenahi. Di pintu masuk setiap pengunjung dikenakan tarif resmi Rp. 1000,- di luar parkir. Jika ingin ke Benteng bisa melalui anak tangga dan bisa juga langsung ke atas, ke area parkir mobil. Di sini parkir mobil dikenakan biaya tidak resmi Rp. 5000,- Jam operasionalnya sendiri setiap hari dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore hari. Waktu paling pas untuk berkunjung adalah di pagi hari di saat cuaca masih sangat sejuk atau di sore hari menyaksikan matahari terbenam dengan latar Danau yang sangat eksotis.
Selain benteng itu sendiri pemerintah kota telah membangun taman dan beberapa bungalow sebagai tempat istirahat pengunjung. Suasana di sini cukup sejuk dan di siang hari sangat berangin membuat kita terlena dan lupa pulang.
Dari puncak benteng kita bisa melihat Danau Limboto sejauh mata memandang. Ke arah Timur kita bisa melihat sebagian Kota Gorontalo.
Sejarah keberadaan benteng ini sampai sekarang masih menjadi tanda tanya. Tidak banyak literatur yang menjelaskan asal muasalnya. Agak mengherankan juga benteng pertahanan dibangun di atas bukit yang menhadap ke arah danau. Biasanya bukit pertahanan dibangun di dekat pantai yang menghadap ke laut.
Di seputaran benteng tidak ada tempat penginapan apalagi hotel. Mau tidak mau pengunjung dari luar daerah harus mencari penginapan terdekat di Kota Gorontalo atau di Telaga.
Waktu kami mengunjungi tempat ini tak dijumpai satu penjual pun atau kios dan warung yang ada. Entah karena saat itu lagi bulan puasa, mungkin saja. Jadi bagi pengunjung ingin makan dan kuliner sebaiknya mempersiapkan sendiri bekalnya.
Budget ke tempat ini jika dihitung dari Kota Gorontalo diluar penginapan adalah, naik angkot jurusan Batudaa Rp. 5000,-. Jika menggunakan jasa bentor paling tidak Rp. 30.000,- sekali pergi itupun jika pintar menawar. Tiket masuk lokasi Rp. 1.000,- per orang. Makan minum di lokasi Rp. 30.000,-. Biaya kamar mandi @Rp. 2.000,- Jadi, dengan budget ketat di bawah Rp. 100.000,- kita sudah bisa menikmati suasana wisata di tempat ini sepuasnya. Bawa uang cash ya karena jarak terdekat dengan ATM sekitar 10 km.
Jika masih ingin berpetualang, bisa melangkahkan kaki ke arah Barat sekitar 3 km. Di sana akan kita jumpai Musium Pendaratan Peaawat Amphibi Presiden Soekarno. Tempatnya juga indah tepat di tepi Danau Limboto.
Yang perlu dibenahi di lokasi wisata ini adalah kebersihannya. Sampah plastic terutama. Berikutnya adalah kotoran kambing. Ternak masyarakat terutama kambing diupayakan untuk diikat atau dikandangkan sehingga tidak berkeliaran ke lokasi wisata ini. Yang ketiga perlu pembenahan adalah ketersediaan Air bersih bagi MCK pengunjung, sangat-sangat perlu diadakan.
Semoga ke depannya akan...
Read moreOtanaha Fortress is located around 9 km from Gorontalo City. To get to the location, visitors can rent a bentor (motorized becak) or ride their own vehicle in about 30 minutes.
Otanaha Fortress is a witness to the history of the Gorontalo people's resistance against the Portuguese. According to the story hereditary to date, Otanaha Fortress is a historical heritage built by the Portuguese in the 15th century.
The buildings, which together consist of three fortresses, each have the name Yanki Otanaha Fortress, Otahiya Fortress and Ulupahu Fortress.
This fort was previously built as a form of cooperation between the Portuguese and the King of Gorontalo who was in power in 1505-1585 to fight enemies who entered Gorontalo territory, which in the end the Portuguese betrayed, when there was an attack from enemies the Portuguese nation did not help at all.
Then, the King of Gorontalo gathered his people at that time to drive out the Portuguese who had betrayed and finally the Gorontalo people succeeded in expelling the Portuguese and...
Read moreBenteng Otanaha merupakan objek wisata yang terletak di atas bukit di Kelurahan Dembe 1, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun sekitar tahun 1522. Benteng Otanaha terletak di atas sebuah bukit, dan memiliki 4 buah tempat persinggahan dan 348 buah anak tangga ke puncak sampai ke lokasi benteng. Jumlah anak tangga tidak sama untuk setiap persinggahan. Dari dasar ke tempat persinggahan I terdapat 52 anak tangga, ke persinggahan II terdapat 83 anak tangga, ke persinggahan III terdapat 53 anak tangga, dan ke persinggahan IV memiliki 89 anak tangga. Sementara ke area benteng terdapat 71 anak tangga, sehingga jumlah keseluruhan anak tangga yaitu 348.
Belum ada hasil penelitian sejarah yang pasti mengenai pembangunan Benteng Otanaha. Namun setidaknya hingga saat ini terdapat dua versi cerita yang dipercayai masyarakat Gorontalo.
Menurut sejarah Gorontalo, abad 15 berdiri Kerajaan Pinohu (Pinogu) yang diperintah seorang Raja bernama Wadipalapa berasal dari Langit, yang oleh orang Bugis-Makassar dikenal dengan nama "Remmang Ri Langi". Ketika raja ini mangkat, kerajaan Pinohu berubah nama menjadi Tuwawa (Suwawa). Pada tahun 1481 berubah lagi dengan nama kerajaan Bune (Bone). Sekitar tahun 1585, muncul salah seorang keturunan raja yang digelari rakyatnya dengan Wadipalapa II, di tangan Wadipalapa II kemudian muncul gagasan untuk memperluas kerajaan Bune dengan cara damai. Maka diperintahkanlah rakyatnya mencari lahan baru dengan membagi warganya menjadi dua rombongan. Jalur utara dari Suwawa, Wonggaditi terus ke Huntu Lo Bohu dipimpin Hemeto. Sedang jalur selatan mulai dari Potanga, Dembe, terus ke Panipi diserahkan kepada Naha. Jalur Utara yang dinakhodai Naha, akhirnya tiba di Dembe dan menemukan benteng tersebut berada di atas bukit.
Literatur lainnya berbeda dalam menceritakan sosok Naha. Kononnya tokoh ini adalah anak dari Raja Ilato dan Permaisuri Tilangohula yang memerintah Kerajaan Gorontalo pada abad 15. Naha memiliki dua saudara, Ndoba dan Tiliaya. Ketika dirinya remaja, ia memilih merantau negeri seberang. Sampai suatu masa, Ndoba dan Tiliaya memimpin perlawanan mengusir Portugis yang dianggap memperalat mereka dalam mengusir para bajak laut. Padahal, sebelumnya Portugis meminta bantuan dan sepakat dengan pihak kerajaan Gorontalo, setelah pelayaran mereka terganggu oleh cuaca buruk dan bajak laut serta kehabisan makanan. Kesepakatan dengan kerajaan gorontalo adalah guna memperkuat pertahanan dan keamanan negeri, maka dibuatlah 3 benteng di Kelurahan Dembe sekarang. Pertempuran mengusir Portugis, Ndoba dan Tiliaya dibantu oleh angkatan laut yang dipimpin 4 orang, yakni, Apitalao Lakoro, Apitalao Lagona, Apitalao Lakadjo, dan Apitalao Djailani. Sekitar 1585, Akhirnya Naha kembali dan menemukan benteng tersebut, dan kemudian memperisteri seorang perempuan bernama Ohihiya. Dari pasangan lahirlah dua putera, Paha...
Read more