During my unforgettable journey to Mount Bromo, I embarked on a late-night adventure following a mesmerizing sunrise visit. As I set out towards Mount Bromo, my path led me to a Hindu temple along the way. Being a Hindu traveler from India, I hesitated before the temple gates, seeking permission to enter. Initially told that entry was not permitted, I felt a sense of confusion. However, my curiosity got the best of me, and I ventured inside, only to discover a sanctuary of serenity and immaculate surroundings within the temple's walls.
Inside, I was greeted by the divine presence of Lord Ganesha, Sarasvati, Brahma, Vishnu, and Maheshwar, their idols exuding an aura of peace and reverence. Engaging in conversation with one of the temple priests, I learned that the name "Bromo" finds its roots in the Javanese pronunciation of Brahma, the revered Hindu deity symbolizing creation.
As I meandered through the temple, I found a tranquil spot to sit and reflect, offering my humble respects to the deities and the holy men present. Amidst the quietude of the temple's interior, I experienced a profound sense of mental tranquility. With a heartfelt prayer, I sought blessings for my upcoming climb to Mount Bromo, drawing strength from the divine energies surrounding me.
To my surprise and delight, my journey to and from Mount Bromo unfolded smoothly and harmoniously, despite my usual sensitivities to dust and sunlight. Remarkably, I remained unhindered by dehydration, basking in the beauty of the experience. Regrettably, I was unable to make a substantial offering to the temple due to a shortage of local currency. Nevertheless, I wholeheartedly recommend a visit to this sacred place, where I, as an Indian Hindu, discovered a profound connection and experienced a lasting sense of inner peace, reminiscent of the spiritual...
Read moreBromo, Pura Luhur Poten
Tempat untuk mengadakan upacara kasada adalah Pura Luhur Poten Gunung Bromo, tidak seperti pemeluk hindu pada umumnya yang memiliki candi candi sebagai tempat ibadah. Namun poten merupakan sebidang tanah dilahan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara kasada. Asal usul upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu “Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari kerajaan Majapahit, permaisuri dikaruniai anak perempuan yang bernama Roro Anteng. Setelah beranjak dewasa sang Putri jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari Kasta Brahmana yang bernama Joko Seger. Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan dan semakin berkibarnya perkembangan Islam di P Jawa. Beberapa orang kepercayaan kerajaan dan sebagian keluarganya memutuskan pergi kewilayah timur. Dan sebagian besar ke kawasan pegunungan tengger, termasuk Roro Anteng dan Joko Seger. Setelah mereka menjadi penguasa diwilayah ini, mereka sangat sedih karena belum dikaruniai seorang anak. Berbagai macam cara mereka coba, sampai pada akhirnya mereka kepuncak Gunung Bromo untuk bersemedi. Akhirnya permintaan mereka dikabulkan dengan munculnya suara gaib, dengan syarat anak bungsu mereka setelah lahir harus dikorbankan kekawah gunung bromo. Setelah mereka dikaruniai 25 orang anak, tiba saatnya mereka harus mengorbankan si bungsu. Tetapi mereka tidak tega melakukannya, karena hati nurani orang tua yang tidak tega membunuh anaknya. Akhirnya sang dewa marah dan menjilat anak bungsu tersebut masuk kekawah gunung, timbul suara dari si bungsu agar orang tua mereka hidup tenang beserta saudara-saudaranya. Dan tiap tahun untuk melakukan sesaji yang dibuang ke gunung bromo. Sampai sekarang adat istiadat ini dilakukan secara turun menurun.
Untuk dapat melihat upacara kasada bromo lebih baik kita datang sebelum tengah malam, karena ramainya persiapan para dukun. Hari hari upacara kasada bromo, banyak penduduk sekitar yang berdatangan. Baik mengendarai sepeda motor atau kendaraan pribadi lainnya. Sehingga mengakibatkan jalanan kebawah menuju kaki gunung sangat macet. Dan bisa membuat Mobil dari gerbang tidak bisa turun kebawah. Jalan lain kebawah yaitu anda berjalan dengan rombongan rombongan penduduk yang menuju pura. Karena jika sendiri dipastikan akan tersesat, karena kabut yang sangat tebal dan pandangan sangat terganggu.
Selain itu Upacara Kasada bromo juga dilakukan untuk mengangkat seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera mantera. Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan Kasada Masyarakat tengger berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesajo dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara – acara ritual, perkawinan dll. Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan cara menghafal dan lancar dalam membaca mantra mantra.
Setelah Upacara selesai, ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah. Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar. Source...
Read morePura Luhur Poten Bromo adalah sebuah pura yang terletak di kawasan Gunung Bromo, tepatnya di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Pura ini merupakan salah satu tempat ibadah yang memiliki makna spiritual dan budaya yang mendalam bagi masyarakat Suku Tengger, yang mendiami wilayah sekitar Bromo. Pura Luhur Poten tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Hindu Tengger, tetapi juga sebagai simbol dari kebudayaan dan tradisi masyarakat Tengger yang sangat kental dengan nuansa religius dan alam.
Pura Luhur Poten dibangun pada tahun 2000 oleh masyarakat Tengger dengan tujuan untuk memberikan tempat yang layak bagi umat Hindu Tengger untuk beribadah. Masyarakat Tengger, yang merupakan keturunan dari kerajaan Majapahit, memeluk agama Hindu, dan mereka memiliki tradisi serta ritual yang erat kaitannya dengan gunung-gunung di sekitar mereka, khususnya Gunung Bromo. Gunung Bromo dianggap sebagai tempat suci yang menjadi pusat kehidupan spiritual dan keagamaan bagi Suku Tengger.
Pura ini terletak di lautan pasir Bromo, yang menawarkan pemandangan yang menakjubkan dengan latar belakang gunung yang megah. Pura Luhur Poten dibangun dengan arsitektur khas Bali, tetapi memiliki sentuhan khas Tengger yang membedakannya dari pura-pura lainnya. Struktur pura ini terdiri dari beberapa bangunan dengan ornamen yang dihiasi dengan ukiran dan patung yang menggambarkan kehidupan spiritual masyarakat Tengger. Bangunan utamanya adalah tempat persembahyangan yang sering digunakan untuk melakukan upacara keagamaan, termasuk upacara Yadnya Kasada.
Yadnya Kasada adalah upacara besar yang diadakan setiap tahun oleh masyarakat Tengger sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan dan para dewa yang mereka percayai. Upacara ini biasanya dilakukan di kawasan Gunung Bromo, dan Pura Luhur Poten menjadi salah satu titik sentral dari rangkaian acara. Dalam upacara ini, masyarakat Tengger membawa sesajen berupa hasil bumi seperti sayur-sayuran, buah-buahan, hingga ayam hidup untuk dilemparkan ke dalam kawah Gunung Bromo sebagai tanda syukur dan permohonan agar kehidupan mereka diberkahi.
Selain sebagai tempat ibadah, Pura Luhur Poten juga berfungsi sebagai simbol keharmonisan antara manusia dan alam. Masyarakat Tengger sangat menjaga hubungan dengan alam, terutama dengan gunung-gunung yang mereka anggap sebagai tempat tinggal para dewa. Oleh karena itu, Pura Luhur Poten juga melambangkan kesucian dan kekuatan alam yang harus dihormati dan dijaga kelestariannya. Selama upacara Yadnya Kasada, terdapat rasa kekeluargaan dan gotong royong yang kental, di mana seluruh masyarakat Tengger berkumpul untuk merayakan bersama.
Pura Luhur Poten Bromo menjadi saksi bisu dari kehidupan spiritual masyarakat Tengger yang tetap menjaga tradisi mereka meskipun zaman terus berkembang. Keberadaan pura ini juga semakin memperkaya keberagaman budaya Indonesia, khususnya dalam konteks agama Hindu yang memiliki ciri khas di masyarakat Tengger. Selain itu, keberadaan pura ini semakin menarik perhatian para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya dan tradisi yang berkembang di sekitar Gunung Bromo.
Secara keseluruhan, Pura Luhur Poten Bromo bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kehidupan masyarakat Tengger yang sangat erat kaitannya dengan alam dan spiritualitas mereka. Pura ini mengajarkan nilai-nilai luhur tentang kedamaian, pengorbanan, dan penghormatan terhadap kekuatan alam serta Tuhan...
Read more