Tjoe Soe Kong Bio tanjung kait — Attraction in Mauk

One of the religious historical building in Tangerang district. This place covering larhe enoigh area near Tanjung Kait Beach, favourite place for fishing in North Tangerang. Quite difficult to go to this place because there are only few public transport that can take you to this place. Only "angkot", taxi, ojek, or rickshaw. It's better if you ride your own transportation to this place. This place is spacious, clean, and quiet. This placen open for 24 hour and provide room if you want to stay over night with AC and matt. You can ask the caretaker if you need some help they are polite and friendly. Prepare some cash because no debit transaction in this place. In certain time this place held festival for a week and this is routine each years. This is open for everybody, except for some rituals or activity. If you want to know more about chinese tradition or kong hu chu and buddha you can go...

Nestled in the serene region of Tanjung Kait, Tangerang Regency, lies a sacred sanctuary cherished by both Confucian and Buddhist devotees. The Temple, steeped in centuries of history, holds a mystical aura attributed to the legendary Tjo Soe Kong. Legend has it that during the cataclysmic eruption of Mount Krakatau in 1883, the temple provided refuge to the local populace, ensuring their survival amidst the devastation. Today, this hallowed site continues to serve as a place of worship, where visitors are kindly reminded to attire themselves in respectful attire as a gesture...

Kelenteng Tjo Soe Kong Tangerang, yang juga dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan Kelenteng Tanjung Kait dan Rong Jia Yi Da Bo Gong Miao, kami kunjungi setelah beberapa saat sebelumnya meninggalkan area Pantai Tanjung Kait. Kedua tempat itu jaraknya hanya sekitar 500 meter sehingga sayang jika tidak mampir. Kelenteng tua yang memiliki halaman luas itu berada sekitar 100 m dari tepi jalan utama.

Bangunan Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kaitini tidak dibuat menghadap ke laut, yang jaraknya ke tepiannya sekitar 200 m, namun menghadap ke arah Barat. Ini agak tak lazim karena biasanya sebuah kelenteng dibuat menghadap ke laut atau memunggungi gunung. Pada atap bangunan utama Kelenteng Tjo Soe Kong ini saya tidak melihat ada patung sepasang naga yang tengah memperebutkan mustika, tidak juga burung Hong. Kelenteng ini terkesan sederhana jika dilihat dari luar.

Di bagian depan kelenteng ada tengara yang mewartakan pembangunan kembali kelenteng yang dimulai pada 21 Maret 1959, lengkap dengan nama-nama panitia serta inspekturnya. Ada pula hiolo Thian untuk memuja Dewa Langit di halaman depan ini, dengan ukiran kepala raksasa di kiri kanannya. Juga sepasang pagoda tempat pembakaran kertas (Kim Lo). Dua pagoda berbentuk segi enam setinggi empat meter ini kabarnya masih aseli. Dulu ada kanopi polikarbonat pada halaman dalam yang merusak pemandangan, namun sudah dibongkar. Sumber :...