Tuban, one of the districts in the province of East Java, one of the places where Sunan Bonang Bedakwah. And one of the subordinate regions of Majapahit who later became a Muslim. In Tuban stands a magnificent mosque which is often referred to as a mosque with a beauty like a building in a 1001 night fairy tale, the mosque is the Great Mosque of Tuban. Standing majestically on the west side of the town square in Tuban, this mosque has become the pride icon of the people of Tuban. The location is not only located in the city center but also adjacent to one of the important historical sites of Java, namely the Sunan Bonang Tomb Cemetery, which is crowded with pilgrimages from various walks of life. This mosque architecture combines various cultures from various countries such as Arabia, Turkey and India. In general the building of this mosque consists of the main building of the mosque which is flanked by four towers in each of the four corners of the mosque, two foyer buildings on the front side of the left and right and plus two towers that are taller than the other four towers.
The use of various bright colors is very strong highlighting the building of this mosque in the middle of the city of Tuban. The main dome flanked by two other domes between the six towers that loomed as if to bring the atmosphere of a fairy tale in real life in the city of Tuban. Before becoming the Great Mosque of Tuban, previously this mosque was known as Jami Mosque 'Tuban. The history of the construction of this mosque has nothing to do with Sunan Bonang, the construction of the mosque itself was carried out in 1894, about four centuries from the time of Sunan Bonang. However, the presence of this mosque has witnessed the history of the success of the preaching of Sunan Bonang in Tuban.
Jami Mosque 'Tuban was first built in the 15th century AD, namely during the reign of Duke Raden Ario Tedjo (7th Regent of Tuban), located not far from the tomb complex of Sunan Bonang, Raden Ario Tedjo himself was the first Tuban Regent to embrace Islam . In subsequent developments, the mosque building was expanded into a mosque building known as the Great Mosque of Tuban today.
The mosque had undergone several renovations. The renovation was first carried out in 1894, during the reign of Raden Toemengoeng Koesoemodiko (the 35th Regent of Tuban). At that time Raden Toemengoeng Koesoemodiko used the services of a Dutch architect, BOHM Toxopeus. As mentioned in the inscription in front of this mosque which reads:
"The first batoe from inie missigit was installed on the Day of the Day on 29 July 1894 by R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin by Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus. "
If we observe the shape, Tuban Jami Mosque has its own distinctive look. Broadly speaking, the shape of the building consists of two parts, namely the porch and the main prayer room. The form is not affected by the habits of the shape of the mosque in Java, the roof of which is three-tiered. The architecture of the mosque is actually affected by the pattern of the Middle East, India and Europe. At first glance, there seems to be a resemblance to the Baiturrahman Great Mosque in Banda Aceh, especially its verandah which has been maintained up to now.
Subsequent renovations were carried out in 1985. The mosque has expanded. Then, in 2004 a total renovation of the building of the Great Mosque of Tuban was carried out by the Tuban Regency government. The renovation carried out this time included the development of one floor to three floors, adding to the left and right wing by adopting the architecture of various famous mosques in the world and the addition of six minarets with a total area of 3,565...
Read moreKeberadaan kota Tuban bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dari nama besar salah seorang Wali Songo yang bernama Sunan Bonang. Meskipun kota Tuban bukan satu-satunya kota tempat Sunan Bonang berdakwah, tetapi karena ia dimakamkan di Tuban maka tidak salah jika ia sering disebut Sunan Tuban.
Seperti para wali yang lain, Sunan Bonang juga mendirikan sebuah masjid sebagai sentral dakwahnya. Masjid Astana itulah nama masjid yang didirikannya yang hingga kini masih berdiri kokoh. Dari masjid kecil yang terletak di bagian kompleks makam Sunan Bonang inilah pada masa lampau menjadi tempat mengajar, ibadah, dan sekaligus markas dakwahnya.
Dalam berdakwah, Raden Makdum Ibrahim nama lain Sunan Bonang, sering menggunakan alat musik tradisional yang disebut bonang. Bonang adalah sejenis gamelan yang terbuat dari besi atau kuningan yang bagian tengahnya dibuat menonjol. Bila tonjolan itu dipukul dengan kayu yang lunak maka akan timbul suara yang merdu.
Pada waktu itu, bunyi demikian sudah sangat mengasyikkan telinga. Apalagi yang membunyikan bonang itu seorang wali maka bunyinya mempunyai pengaruh yang luar biasa, sehingga banyak penduduk yang berbondong-bondong ingin menyaksikan dan men dengar dari dekat.
Sunan Bonang yang cerdik sudah memperhitungkan hal itu maka ia mempersiapkan kolam di depan masjid. Siapa yang mau masuk ke masjid harus membasuh kakinya. Setelah mereka berkumpul di dalam masjid, ia pun mengajarkan tembang-tembang yang berisikan ajaran Islam.
Sepulangnya dari masjid, tembang itu mereka hafalkan di rumah. Sanak saudara mereka pun turut menyanyikan tembang itu karena tertarik akan kemerduan lagunya. Demikianlah cara Sunan Bonang berdakwah sehingga santrinya tersebar di berbagai penjuru Nusantara.
Selain Masjid Astana, di kompleks makam Sunan Bonang juga ada masjid yang dikenal sebagai Masjid Jami Tuban. Masjid yang terletak di samping kompleks makam menghadap ke alun-alun ini pada dasarnya tidak ada sangkut-pautnya dengan Sunan Bonang. Banyak orang menyangka Masjid Jami Tuban inilah yang didirikan Sunan Bonang. Padahal, bila dicermati dari tahun pembuatannya, jelas terpaut empat abad dengan masa hidup Sunan Bonang.
Untuk lebih jelasnya dapat disaksikan dalam prasasti yang terletak di bagian depan masjid, berbunyi, “Batoe yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.” Di bagian atas bangunan juga terdapat tanggal dan tahun pendiriannya yang ditulis dengan huruf Arab.
Meski Masjid Jami ini bukan didirikan oleh Sunan Bonang, tetapi tetap kaya akan nilai-nilai sejarah. Paling tidak, hadirnya masjid ini telah menjadi saksi sejarah keberhasilan Sunan Bonang mendakwahkan Islam di Tuban.
Bila bentuknya kita amati, Masjid Jami Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang shalat utama. Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang atapnya bersusun tiga. Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya...
Read moreMasjid Agung Tuban, merupakan masjid yang eksotik penuh warna. Apalagi jika malam tiba, lampu yang bergerak menyinari masjid, membuat masjid ini sangat indah bak istana 1001 malam. Benar benar membuat suasana masjid menjadi ramah di mata dan hati.
Tuban, salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, adalah wilayah yang memiliki peran signifikan dalam perkembangan agama Islam di tanah air. Karenanya, Tuban disebut Kota Wali. Selain itu, Tuban juga merupakan kabupaten pertama pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin bupati beragama Islam.
Masjid Agung Tuban adalah salah satu rumah ibadah muslim di Indonesia yang memiliki sejarah panjang. Masjid ini didirikan pada abad ke-15 oleh Bupati Tuban pertama yang memeluk agama Islam, yakni Adipati Raden Ario Tedjo. Lokasi masjid pun sangat strategis karena berada di sekitar alun- alun kota dan tidakjauh dari kompleks makam Sunan Bonang.
Sebelum mencapai bentuk megah seperti yang terlihat saat ini, masjid telah dipugar beberapa kali. Tahun 1894 dilakukan perombakan pertama dengan menggunakan jasa arsitek Belanda, B.O.W.H.M. Toxopeus. Renovasi berikutnya pada tahun 1985 bertujuan memperluas bangunan masjid. Pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 2004.
Pada renovasi terakhir dilakukan beberapa perubahan yang signifikan, seperti penambahan lantai dari satu menjadi tiga lantai, pembangunan sayap kanan dan kiri bangunan, pembangunan enam menara, dan sebagainya. Hasilnya, Masjid Agung Tuban menjadi sangat megah seperti yang bisa disaksikan saat ini.
Tampilan luar bangunan masjid mengingatkan pada Masjid Imam di Kota Isfahan, Iran. Pengaruh ini juga yang menjadikan Masjid Agung Tuban tampak memancarkan pesona 1.001 malam dengan permainan warna, terutama pada malam hari.
Bagian dalam masjid yang banyak menggunakan pola lengkungan untuk menghubungkan tiang penyangga sehingga menghasilkan pola ruang dengan kolom-kolom, sepertinya terinspirasi dari ruang dalam Masjid Cordoba, Spanyol.
Gaya arsitektur khas Nusantara dapat ditemui pada pintu dan mimbar yang terbuat dari kayu dengan ornamen ukiran khas Jawa. Di sayap mihrab terdapat tangga dari bahan kuningan mencirikan gaya khas ornamen Jawa Klasik.
Selain pola arsitekturnya, Masjid Agung Tuban memiliki keistimewaan lain. Sekitar sepuluh meter dari masjid, berdiri Museum Kembang Putih yang menyimpan berbagai beres bersejarah seperti kitab Al-Quran kuna terbuat dari kulit, keramik Cina, pusaka, sarkofagus, dan sebagainya.
Masjid Agung Tuban, yang pada awalnya bernama Masjid jami’, kini tak sekadar berdiri megah, namun sekalgus menjadi simbol semangat religius...
Read more