Great museum! The museum consists of 4 different halls. The first Hall is displaying the prehistorical era,/paleolithic, where you can find Stegodon, deer and human fossil replicas. You can read the description of each fossil or ancient fragment on the wall. The second hall is mostly about the kingdom of Tarumanegara, the oldest Hindu kingdom in Java. The background, historical manuscript and sites photograph highlights the most epic king in their history, the 3rd King Punawarman. Tarumanegera is worshiping Lord Vishnu. 3rd hall is about the modern historical era, when Deutsch came to Indonesia (pre independence) and post independence. 3rd hall is showing the mixed culture of western in Indonesia. 4th Hall is about traditional culture in Subang (food, dance, unique culture such as Sisingaan parade) along with the current governess. Outside the fourth hall, you can see a beautiful fountain. At the exit, you can go to the left area to find Musholla (prayer room), rest room and small shop that sells snacks. not far from the snacks seller, there is a bridge. You can sit on the bench near the bridge or step up to the bridge and enjoy the scenery of the riverside (be careful of ants bite from the tree above that surrounds the bridge). The front field of the Museum is not recommended since there's a lot of trash/garbage. If you want to visit the museum, take the side door, so you have to turn right, and across from the post office there's an entrance gate of the Subang Museum. The parking lot is quite spacious for cars and motorcycles. Even though it's free to enter the museum, the guide and people who work there are kind and polite. You can ask to be accompanied by a guide if you need assistance during an inside tour of the...
Read moreWisma Karya beralamat di Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Secara administratif termasuk di Kampung Karanganyar, Desa Karanganyar, Kecamatan Subang, tepatnya pada posisi 06° 34' 263" Lintang Selatan dan 107° 45' 557" Bujur Timur. Lokasi ini sangat mudah dicapai karena berada pada pintu gerbang ke kota Subang dari arah Bandung. Sekarang ini kawasan ini merupakan kawasan perkantoran pemerintah dan pemukiman penduduk. Di depan Wisma Karya merupakan taman kota yang selalu ramai. Di sebelah barat merupakan kawasan pemukiman, demikian juga di sebelah utara. Kondisi geografis merupakan kawasan pedataran rendah sedikit miring ke arah utara. Di sebelah timur mengalir sungai kecil yang dinamakan Kali Cipanggilingan. Gedung peninggalan masa kolonial ini berada pada lahan seluas sekitar 1 ha. Sisi barat, utara, dan timur berpagar besi sedangkan bagian depan (selatan) merupakan halaman terbuka sebagai public space. Bangunan Wisma Karya bergaya postmodern berdenah segi empat terdiri empat unit mengeliling. Masing-masing bagian, dinding bagian bawah dari bahan batu dan bagian atas bata. Serambi bagian depan diperkuat dengan tiang-tiang batu berbentuk persegi. Unit bangunan bagian depan ini dahulu berfungsi untuk bar, bagian utara ruangan untuk bowling, dan bagian timur aula. Gedung Wisma Karya dahulu bernama Societeit, dibangun pada masa perusahaan P&T Lands PW Hofland. Berdirinya perusahan P&T Lands dilatarbelakangi devisit keuangan pada masa Thomas Stanford Raffles. Beberapa tanah kekuasaan pemerintah kolonial dijual kepada partikelir. Pada 1812, Pamanukan dan Ciasem dijual kepada Muntinghe dan Shrapnell. Wilayah ini kemudian pada 1854 dijual lagi kepada Peter Wellem Hofland, yang kemudian perusahaan perkebunannya dinamakan P&T Lands (Pamanukan & Tjiasem Lands). PW Hofland dapat dikatakan merupakan pengusaha yang sukses. Sebagai pemegang kekuasaan tanah partikelir, dia mendapat kekuasaan penuh mengangkat pemerintah partikelir yang disebut Demang. Keadaan seperti ini ternyata tidak berlangsung lama. Pada 1870 kebijakan culture stelsel dihapuskan, akibatnya banyak pemodal masuk ke Subang menjadi saingan berat P&T Lands. Menghadapi semua ini P&T Lands harus menerima kenyataan perubahan status perusahaan dari milik pribadi menjadi maskapai. Pada 16 Desember 1886 diubahlah menjadi Maatschapij tot Eksploitative van de Pamanoekan en Tjiasemlanden. Sebagai pemegang saham terbesar adalah Landbouw Company dan Netherland Handelsbank. Sejalan dengan perubahan tersebut, timbulah kelompok masyarakat yang mengeksklusifkan diri. Kelompok inilah yang sering berkumpul untuk saling bersosialisasi. Salah satu gedung yang dibangun pada masa PW Hofland renovasi dan pada 14 Januari 1929 diresmikan gedung societet untuk tempat kumpul para pejabat, tempat pertunjukkan, hiburan, lengkap dengan meja billiard, lintasan bowling, dan padang golf. Peresmiannya dilakukan oleh Mrs. W.H. Dauks. Prasasti peringatan selesai renovasi terdapat pada dinding di sudut baratdaya.
Lokasi: Jl. Ade Irma Suryani Nasution No. 2. Kampung Karanganyar, Desa Karanganyar, Kecamatan Subang Koordinat : 06° 34' 263" E,...
Read moreWisma Karya beralamat di Jalan Ade Irma Suryani Nasution No. 2, Karanganyar, Subang, Jawa Barat. Bangunan ini berdiri di atas lahan seluas 1 hektare dan berada di lokasi yang strategis karena terletak di pintu gerbang ke Kota Subang dari arah Bandung.
Awalnya, Wisma Karya dijadikan tempat refreshing bagi kaum gegadan Belanda di bawah kepemimpinan Tuan PW Hofland. Dalam naskah sejarah PW Hofland yang berada di Museum Daerah Kabupaten Subang, disebutkan bahwa Hofland melakukan penjajahan di daerah Subang dengan cara memperluas kekuasaan dengan menjalankan usaha di bidang perkebunan kopi. Hofland sendiri kala itu memang terkenal sebagai seorang saudagar kopi.
Hofland kemudian membuat kontrak dengan pemerintah Hindia-Belanda dalam bidang perdagangan kopi pada tahun 1840. Ia pun turut menjadi pemilik tanah P&T (Pamanoekan & Tjiasem) Landen. Kemudian, di tahun 1858, seluruh tanah partikelir P&T Land menjadi milik pribadi Hofland. Pemerintah Hindia-Belanda kemudian memberikan kekuasaan untuk mengangkat pejabat pemerintah partikelir yang disebut dengan demang...
Read more