Uniknya, kuali yang berisi adonan Bika Talago ini tidak dibakar dari bawah, namun diletakkan justru di bahwa kuali berisi kayu yang telah dibakar. Namun di bawah lubang juga ada bara api dari bakaran kayu sebelumnya. Dengan cara seperti itu maka hawa panas dari atas dan bawah yang membuat Bika Talago ini menjadi matang penuh. Di bawahnya adalah kuali berisi adonan bika yang diletakkan di bawah kuali berisi bakaran kayu yang menyala.
Dengan cara panggang seperti itu maka permukaan hingga dalaman bika bisa matang sepenuhnya dengan merata tanpa ada bagian yang gosong akibat terlalu panas terkena api. Cara itu sungguh unik dan menarik, namun dengan semakin berkembangnya permukiman penduduk dan berkurangnya area hutan, membakar kayu suatu ketika nanti akan menjadi mahal.
Ada sejumlah Bika Talago yang telah matang, siap disantap selagi masih panas, dan bisa pula dibawa sebagai bekal dalam perjalanan. Dua jenis bika itu rasanya sama nikmatnya di lidah, apalagi pemilik lidahnya adalah orang yang perutnya sedang kelaparan setelah perjalanan yang panjang dan perut kenyang oleh guncangan roda mobil. Harga satu potong bika waktu itu masih Rp 2.000 namun saat ini mungkin sudah Rp 5.000 atau lebih.
Sambil menunggu bika matang saya sempat berjalan kaki ke bagian belakang dalaman warung. Di sana ada seorang pria lewat paruh baya tengah mengupas kelapa dengan menggunakan tonggak besi lancip yang ditancapkan di depan tempatnya berjongkok. Cara tradisional yang masih sangat ampuh itu mengingatkan saya pada seni tradisional Ebeg atau Kuda Lumping, yaitu saat pemainnya lupa diri dan mampu mengupas kelapa secara kilat dengan hanya menggunakan giginya.
Membakar kayu juga menghasilkan asap pekat yang lumayan banyak, sehingga dibuatlah lubang asap di langit-langit warung Bika Talago itu sebagai jalan buangan asap tungku. Tempat penyimpanan kayu dan langit-langit warung Bika Talago juga terlihat berwarna gelap oleh sebab terpapar asap yang berasal dari kayu yang setiap harinya dibakar.
Sama halnya pawon yang pelan namun pasti mulai tersisih oleh kompor minyak dan kompor gas, cara membakar bika dengan dua buah tungku menggunakan bahan bakar kayu seperti di Bika Talago Koto Baru itu suatu akan berubah pula, entah dengan menggunakan batubara atau bahan bakar fosil dan gas, atau energi terbarukan. Hidup memang selalu berubah, meski kadang orang harus memulai kembali semuanya dari awal ketika keserakahan berbungkus radikalisme agama menghancurkan kehidupan...
Read moreBika Talago, a small snack vendor near the lake in West Sumatra, offers a delightful treat with its local specialty, Bika. Priced at just 3k rupiah each, it's an affordable yet delicious option. The sweetness of the Bika is just right, making it a great choice for those with a sweet tooth. While it's tempting to indulge, the satisfying flavor ensures that even a small bite leaves you feeling content. Bika Talago is a budget-friendly gem, providing a taste of West Sumatran delight by...
Read moreParking was hard and to many customers in a row, so we had to wait long there just for buying. And if you go there alone it will make tou the longest line of order you ever been. The back view is breath taking, awesome, you should go to the back, the mountain is visible from bottom to the summit. With fog and little sunlight its just awesome. Its stand in a swamp area, so if you brings kids along, watch them, do not let them wondering around without...
Read more