Panggung Krapyak is famous as the place where the kings of Yogyakarta Sultanate went hunting. It is located in a location that used to be popular as Krapyak Forest, where the son of Panembahan Senopati passed away. It was told that Krapyak area, which is now located to the south of Yogyakarta Kingdom, was a dense forest. There were various kinds of wild animals, one of them was deer or in Javanese language it is called menjangan. It is not surprising that this area was used as a place to go hunting by the kings of Mataram.
Raden Mas Jolang who was called Prabu Hanyokrowati, the second king of Islamic Mataram Kingdom and the son of Panembahan Senopati, was one of the kings utilizing the Krapyak Forest as a hunting place. In 1613, he got an accident while hunting and died here. He was buried in Kotagede and was named Panembahan Seda Krapyak (that means the king that died in Krapyak Forest).
The other king who was fond of hunting in Krapyak Forest was Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). He constructed Panggung Krapyak 140 years after the demise of Prabu Hanyokrowati in this forest. Panggung Krapyak is a historical sign telling that Krapyak area was functioned as a hunting area in the past. If you are interested, you may visit the place by going southwards as far as 3 kilometers from the South Square or Alun-Alun Kidul, passing through Plengkung Gading and D.I Panjaitan Road. When you get there, you will see Panggung Krapyak in the middle of the street.
The architecture of this building is unique. Each side has one door and one window. The door and the window are without shutters. The base of the door and the window is square while the top part is arch as the design of the doors and windows of a mosque. In front of the door, there is one stair in the form of half-rounded.
Panggung Krapyak is divided into two floors. The ground floor functions as an entrance while the first floor functions as a hunting place. The two floors were connected by a wooden ladder that could be positioned in southwest and southeast parts of this building to enable the king to ascend it. Now, the ladder is not available so that we cannot access the first floor.
This building describes the comfort that the king obtained, even when he went hunting. The high building provides feeling of comfort and secure for the king; he should not have to worry to be attacked by wild animals while looking out the targets. The first floor is also a secure, wide, open place that is bordered with hollow walls of medium height. There might be the roof on the building but it disappears now.
In addition to functioning as a hunting place, some people tell that Panggung Krapyak also functioned as defending post of the Kingdom. From this place, the movement of the enemies from south direction could be detected to tell the Yogyakarta Kingdom if there would be an attack. Some soldiers were on guard in this post.
To the east of the stage, there is a pond that local people call it umbul. Unfortunately, the condition of the pond is not that good.
Visiting Panggung Krapyak means visiting one of the important buildings of Yogyakarta Kingdom. Panggung Krapyak is located in the imaginary line of Yogyakarta, connecting the Merapi Mountain, Tugu Jogja, Yogyakarta Kingdom, Panggung Krapyak and the...
Read morePanggung Krapyak is a historical building that dates back to the 18th century. It was used by the kings of Mataram as a hunting lodge and a lookout for deer or menjangan. The building is located in the south of Yogyakarta, about 3 km from the Alun-Alun Kidul. It is part of the imaginary line that connects Mount Merapi, Tugu Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Panggung Krapyak and Parangtritis Beach. The building has a unique architecture, with four doors and eight windows on each side, and two floors with four rooms each. The building is made of red bricks and cement, and has a black color due to its age. The building is still sturdy, although some parts were damaged by the 2006 earthquake.
I visited Panggung Krapyak on a sunny day and I was impressed by its historical value and its simple beauty. I learned about its history from the information board and the local guide. I also enjoyed the view of the surrounding area, which was once a dense forest with various wild animals. I felt a sense of awe and respect for the kings who used to hunt here. I recommend Panggung Krapyak to anyone who loves history and culture, and wants to see a different side of Yogyakarta.
I give Panggung Krapyak 4 stars out of 5. It is a great place to visit, but it could use some more maintenance and preservation. I hope the government and the community will take good care of this...
Read moreAlkisah wilayah Krapyak, yang kini berada di selatan Kraton Yogyakarta, dahulu merupakan hutan lebat. Beragam jenis hewan liar terdapat di sini, salah satunya rusa atau dalam bahasa Jawa disebut menjangan. Tak heran bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai tempat berburu oleh Raja-Raja Mataram.
Raden Mas Jolang yang bergelar Prabu Hanyokrowati, raja kedua Kerajaan Mataram Islam dan putra Panembahan Senopati, adalah salah satu raja yang memanfaatkan Hutan Krapyak sebagai tempat berburu. Pada tahun 1613, beliau mengalami kecelakaan dalam perburuan dan akhirnya meninggal di sini. Beliau dimakamkan di Kotagede dan diberi gelar Panembahan Seda Krapyak (berarti raja yang meninggal di Hutan Krapyak).
Raja lain yang gemar berburu di Hutan Krapyak adalah Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). Beliau-lah yang mendirikan Panggung Krapyak lebih dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu Hanyokrowati di hutan ini. Panggung Krapyak merupakan petunjuk sejarah bahwa wilayah Krapyak pernah dijadikan sebagai area berburu. Bila berminat, anda bisa mendatanginya dengan melaju ke selatan dari Alun-Alun Kidul, melewati Plengkung Gading dan Jalan D.I Panjaitan. Panggung Krapyak akan ditemukan setelah melaju kurang lebih 3 kilometer, berada tepat di tengah jalan.
Arsitektur bangunan panggung ini cukup unik. Setiap sisi bangunan memiliki sebuah pintu dan dua buah jendela. Pintu dan jendela itu hanya berupa sebuah lubang, tanpa penutup. Bagian bawah pintu dan jendela berbentuk persegi tetapi bagian atasnya melengkung, seperti rancangan pintu dan jendela di masjid-masijd. Bangunan panggung terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama memiliki 4 ruang dan lorong pendek yang menghubungkan pintu dari setiap sisi. Kalau matahari bersinar terang, cahayanya akan menembus ke dalam lantai pertama bangunan lewat pintu dan jendela. Adanya sinar matahari membuat nuansa tua yang tercipta dari kondisi bangunan serta udara yang lebih lembab dan dingin akan langsung menyergap.
Jika menuju salah satu ruang di bagian tenggara dan barat daya bangunan dan menatap ke atas, anda bisa melihat sebuah lubang yang cukup lebar. Dari lubang itulah raja-raja yang hendak berburu menuju ke lantai dua (berguna sebagai tempat berburu) dengan dibantu sebuah tangga kayu yang kini sudah tidak dapat dijumpai lagi. Dengan menatap ke atas pula, anda bisa mengetahui bahwa terdapat sebuah atap untuk menaungi lubang yang kini telah ambruk, mungkin berguna untuk mencegah air masuk.
Sekilas, bangunan ini menggambarkan kenyamanan yang diperoleh raja, bahkan saat berburu. Ketinggian bangunan membuat raja berburu dengan rasa nyaman dan aman, leluasa mengintai tanpa perlu khawatir diserang oleh hewan buas ketika berburu. Lantai dua tempat ini pun cukup nyaman, berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi oleh pagar berlubang dengan ketinggian sedang.
Ketinggian bangunan ini menyebabkan beberapa orang menduga bahwa Panggung Krapyak juga digunakan sebagai pos pertahanan. Konon, dari tempat ini gerakan musuh dari arah selatan bisa dipantau sehingga bisa memberikan peringatan dini kepada Kraton Yogyakarta bila terjadi serangan. Para prajurit secara bergantian ditugaskan untuk berjaga di tempat ini, sekaligus berlatih berburu dan olah kanuragan(kemampuan berperang).
Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di poros imajiner kota Yogyakarta, menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Jogja, Kraton Yogyakarta, Panggung Krapyak dan Laut Selatan. Poros Panggung Krapyak hingga Kraton menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa. Wilayah sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia. Mengunjungi Panggung Krapyak, berarti mengunjungi salah satu bangunan penting bagi...
Read more