Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo, yang sering disebut juga Masjid Agung Purworejo, berdiri megah di sisi barat Alun-Alun Purworejo. Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah biasa; ia adalah salah satu saksi bisu sejarah Kabupaten Purworejo dan menjadi pusat kegiatan spiritual yang penting bagi masyarakatnya.
Mengarungi Jejak Sejarah Didirikan pada tahun 1834 M di masa Bupati pertama, K.R. Adipati Cokronagoro I, masjid ini merupakan bagian integral dari pembangunan tata kota Purworejo pada waktu itu. Letaknya yang strategis di Kampung Kauman, Sindurjan, membuatnya mudah dijangkau dan menjadi penanda penting dalam peta kota. Nama "Darul Muttaqin" sendiri baru disematkan pada tahun 1988, memberikan identitas yang lebih mendalam pada bangunan bersejarah ini.
Ketika pertama kali dibangun, arsitektur masjid ini mencerminkan gaya tradisional Jawa dengan atap limasan bersusun tiga yang khas. Meski telah mengalami beberapa renovasi dan perluasan, termasuk penggantian atap menjadi kubah, esensi sejarahnya tetap terjaga.
Pesona Arsitektur dan Keistimewaan Daya tarik utama Masjid Agung Darul Muttaqin tak lepas dari keunikan arsitekturnya yang memadukan sentuhan tradisional dengan elemen modern. Namun, bintang sesungguhnya di sini adalah Bedug Pendowo atau Bedug Kyai Bagelan. Bedug ini sungguh fenomenal, dengan klaim sebagai bedug terbesar di dunia. Ukurannya sangat masif: diameter depan 194 cm, diameter belakang 180 cm, dan panjang 292 cm.
Bedug ini konon dibuat dari bongkot (pangkal batang) pohon jati raksasa berbatang lima yang ditemukan di Dusun Pendowo. Kisah pengangkutannya yang memakan waktu lebih dari tiga minggu dengan berjalan kaki menambah aura mistis dan keistimewaan bedug ini. Dahulu, Bedug Pendowo ditabuh sebagai penanda waktu salat, dan yang paling menarik, konon bedug ini juga dibunyikan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kini, bedug legendaris ini hanya ditabuh menjelang Salat Jumat dan pada perayaan hari besar Islam, menjadikannya momen langka yang dinantikan.
Peran dan Fungsi Masa Kini Sebagai masjid agung, Darul Muttaqin tetap menjadi pusat ibadah utama bagi umat Islam di Purworejo. Selain itu, masjid ini juga sering menjadi tujuan ziarah bagi rombongan dari berbagai daerah yang ingin melihat langsung keunikan Bedug Pendowo.
Masjid ini juga menjadi tempat berbagai kegiatan keagamaan dan sosial, seperti salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta menjadi wadah untuk program-program yang mendekatkan ulama, pemerintah, dan masyarakat.
Kesimpulan Mengunjungi Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo adalah pengalaman yang kaya akan sejarah, spiritualitas, dan keindahan arsitektur. Kehadiran Bedug Pendowo yang ikonik menjadikannya destinasi yang wajib dikunjungi bagi siapa pun yang tertarik pada warisan budaya dan keagamaan di Jawa Tengah. Masjid ini bukan hanya sebuah bangunan, melainkan simbol keberlanjutan tradisi dan keimanan di...
Read moreMasjid Darul Muttaqin merupakan Masjid Agung yang terletak persis di depan alun-alun kota Purworejo, Jawa Tengah. Menurut prasasti atau sangkalan yang tertera di atas pintu utama bangunan masjid, masjid ini didirikan pada tanggal 2 Besar (Dzulhijjah) 1762 Jawa Tahun Alip atau 16 April 1834 M.
Masjid Agung ini dibangun atas perintah Kanjeng Raden Adipati Cokronagoro, bupati pertama Purworejo. Sedangkan, tanahnya merupakan wakaf dari Kiai Haji Baedhowi. Kiai Baedhowi dalam sejarahnya masih memiliki garis keturunan dari Sunan Giri.
Arsitektur Masjid Agung ini mengambil pola dari Masjid Agung Keraton Surakarta, karena pada waktu itu K.R. A. Cokronagoro I pernah mengabdi sebagai abdi dalem Mantri Gladag bernama Raden Ngabehi Sodiwiryo atau Reksodiwiryo.
Adapun untuk induk bangunan masjid, menurut kitab Kaiveruh Kalang, mengambil Tajuk Lawakan Lambang Teplok. Sedangkan, untuk bangunan serambi masjid bertipe limasan trajumas. Kalau kita masuk ke dalam bangunan induk, di sana terdapat mihrab yang pada lengkung- annya bergambar Sangkalan Memet yang berbentuk ranting pohon srikaya dengan daun dan buahnya, yang kalau dibaca berbunyi “Pang Pinajang Srikaya Sagodhonge”.
Tiang Agung (sokoguru) terbuat dari kayu jati bang yang diambil dari Dukuh Pendowo, Purwodadi, kurang lebih 9 km dari Purworejo jalan menuju kota Yogyakarta. Sebagai umpak (penyangga) berasal dari batu bekas Yoni, tempat pemujaan Dewa Syiwa dan Betari Duiga. Semua¬nya ada empat buah dan tidak ada yang sama antara satu sama lain.
Di dalam bangunan induk masjid juga terdapat maksuroh, yaitu tempat shalat Jumat khusus untuk Bupati Purworejo tempo dulu dan mimbar khotbah bagi imam. Bentuknya indah berukir bunga-bungaan dan bentuk geometris lainnya. Pada plengkung depan terukir lafal dua kalimat syahadat yang-begitu indah. Sedangkan, mushaf Al-Qur’an tulisan tangan, tombak untuk pegangan imam di kala berkhotbah beserta payung yang masih terawat baik dan disimpan di...
Read moreMasjid Darul Muttaqin merupakan Masjid Agung yang terletak persis di depan alun-alun kota Purworejo, Jawa Tengah. Menurut prasasti atau sangkalan yang tertera di atas pintu utama bangunan masjid, masjid ini didirikan pada tanggal 2 Besar (Dzulhijjah) 1762 Jawa Tahun Alip atau 16 April 1834 M. Masjid Agung ini dibangun atas perintah Kanjeng Raden Adipati Cokronagoro, bupati pertama Purworejo. Sedangkan, tanahnya merupakan wakaf dari Kiai Haji Baedhowi. Kiai Baedhowi dalam sejarahnya masih memiliki garis keturunan dari Sunan Giri. Arsitektur Masjid Agung ini mengambil pola dari Masjid Agung Keraton Surakarta, karena pada waktu itu K.R. A. Cokronagoro I pernah mengabdi sebagai abdi dalem Mantri Gladag bernama Raden Ngabehi Sodiwiryo atau Reksodiwiryo. Adapun untuk induk bangunan masjid, menurut kitab Kaiveruh Kalang, mengambil Tajuk Lawakan Lambang Teplok. Sedangkan, untuk bangunan serambi masjid bertipe limasan trajumas. Kalau kita masuk ke dalam bangunan induk, di sana terdapat mihrab yang pada lengkung- annya bergambar Sangkalan Memet yang berbentuk ranting pohon srikaya dengan daun dan buahnya, yang kalau dibaca berbunyi “Pang Pinajang Srikaya Sagodhonge”. Tiang Agung (sokoguru) terbuat dari kayu jati bang yang diambil dari Dukuh Pendowo, Purwodadi, kurang lebih 9 km dari Purworejo jalan menuju kota Yogyakarta. Sebagai umpak (penyangga) berasal dari batu bekas Yoni, tempat pemujaan Dewa Syiwa dan Betari Duiga. Semua¬nya ada empat buah dan tidak ada yang sama antara satu sama lain. Di dalam bangunan induk masjid juga terdapat maksuroh, yaitu tempat shalat Jumat khusus untuk Bupati Purworejo tempo dulu dan mimbar khotbah bagi imam. Bentuknya indah berukir bunga-bungaan dan bentuk geometris lainnya. Pada plengkung depan terukir lafal dua kalimat syahadat yang-begitu indah. Sedangkan, mushaf Al-Qur’an tulisan tangan, tombak untuk pegangan imam di kala berkhotbah beserta payung yang masih terawat baik dan disimpan di...
Read more