Minggu, 27 Juli 2025. Jamaah salat asar di Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu. Masjid Sunan Kalijaga merupakan masjid yang dibangun oleh Sunan Kalijaga sebagai salah satu anggota majelis Walisongo. Lokasinya berada di Desa Kadilangu, Demak, hanya beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya di Kadilangu, makam istri dan ayahnya Raden Wilotikto. Adapun jika ditarik dari pusat kota Demak, letak Masjid Sunan Kalijaga berada lebih kurang 2 km arah timur selatan.
Sejarah keberadaan Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak tak lepas dari perjalanan dakwah Sunan Kalijaga yang di masa tuanya akhirnya memilih untuk tinggal di Desa Kadilangu. Cerita ini berawal dari keinginan Sunan Kalijaga untuk mencari tempat tinggal tetap, karena selama ini beliau telah banyak berdakwah mengelilingi seluruh penjuru tanah Jawa, Sumatra dan wilayah Melayu. Keinginan tersebut disambut baik oleh Sultan Abdul Fattah selaku pemimpin Kesultanan Demak dengan menganugrahkan sebidang tanah perdikan yang letaknya tak jauh dari pusat kota pemerintahan Demak Bintoro.
Setelah mendapatkan anugerah tanah yang dibebaskan dari pajak ini, maka Sunan kalijaga tak membuang waktu untuk segera membuka kawasan tersebut. Mula-mula sebagai awalan Sunan Kalijga mendirikan sebuah kompleks perumahan kecil untuk keluarganya dan beberapa pengikutnya. Setelah itu barulah Sunan Kalijaga membuka daerah untuk dijadikan kawasan pertanian.
Seiring dengan berkembangnya wilayah Kadilangu, maka Sunan Kalijaga mulai berinisiatif mendirikan sebuah bangunan khusus untuk melakukan sembahyang Sholat dan pengajaran Islam. Oleh karena itu, sebagai langkah awal beliau kemudian mendirikan sebuah musholla atau langgar sederhana yang letaknya tak jauh dari rumah utama beliau tinggal. Alasan utama Sunan Kalijaga tidak langsung memutuskan untuk mendirikan sebuah masjid, lantaran jumlah pengikut dan santri Sunan Kalijaga belumlah terlalu banyak.
Di sisi lain letak daerah tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dari masjid Agung Demak, membuat masyarakat muslim waktu itu masih dengan mudah menjangkau Masjid Agung dalam menjalankan ibadah Sholat Jumat.
Perubahan status langgar menjadi masjid jami’ belum dikatehui secara pasti kapan hal tersebut dilakukan. Untuk melacak hal ini, maka satu-satunya petunjuk adalah sebuah inskripsi yang terdapat dalam bangunan masjid yang bertuliskan: “Puniko Titi Mongso Ngadegipun Masjid Kadilangu Dinten Ahad Wage Tanggal 16 Sasi Dzulhijah Tahun Jawa 1456”.
Namun dari beberapa sumber lain diketahui perubahan status tersebut baru dimulai pada zaman Pangeran Wijil (anak dari Sunan Kalijaga yang menjadi pemimpin Kadilangu). Langgar Sunan Kalijaga itu dikembangkan menjadi sebuah masjid karena tuntutan jumlah jamaah yang semakin membludak.
Bangunan awal Masjid Sunan Kalijaga secara arsitektur memiliki kesamaan dengan Masjid Agung demak. Kesamaan arsitektur tersebut bisa dilihat dari ciri khas bangunan yang berbentuk joglo, atapnya limasan bersusun tiga, yang memiliki makna khusus yakni melambangkan arti iman,islam, dan ikhsan. Genting terbuat dari kepingan kayu jati, di depan bangunan induk ada serambi, diatas pengimaman ada gambar surya majapahit yang merupakan simbul kebesaran Kasultanan Bintoro.
Walaupun telah berusia ratusan tahun, namun berkat pemeliharaan yang baik, banyak bagian-bagian masjid yang dianggap sudah ada pada masa Sunan Kalijaga masih bisa kita jumpai. Saat masuk ke serambi masjid terdapat dua buah beduk yang berfungsi sebagai penanda masuk waktu shalat. Dari dua beduk itu salah satunya yang berada di sebelah kiri masjid merupakan peninggalan...
Read moreNyaris ada yang terlewatkan dari pengamatan, ketika kita berusaha mencoba melacak dan menginventarisasi masjid-masjid bersejarah yang sangat berperan dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam di Tanah Air, yakni keberadaan Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Memang, keberadaan bangunan suci yang satu ini seperti tenggelam oleh nama besar Masjid Agung Demak, sehingga jarang dibicarakan dalam sejarah. Tetapi, kalau kita amati dan cermati dari prasasti yang ada, peran masjid ini dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam, terutama di tanah Jawa, tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan masjid-masjid bersejarah lainnya.
Masjid Sunan Kalijaga lokasinya berada di Desa Kadilangu, Demak, hanya beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya di Kadilangu—makam istri dan ayahnya (Raden Wilotikto).
Tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahun pendirian masjid kuno ini, termasuk tokoh yang mendirikannya. Tetapi, dari prasasti yang ada dan tersimpan di masjid, diketahui bahwa Masjid Sunan Kalijaga direnovasi pertama kali pada tahun 1564 M oleh Pangeran Wijil.
Hanya saja Pangeran Wijil yang mana yang dimaksud, karena dalam sejarah dikenal ada lima orang Pangeran Wijil dari I sampai V. Semuanya merupakan penerus Sunan Kalijaga di daerah Kadilangu dan sekitarnya. Yang menarik dari sumber keyakinan masyarakat Kadilangu dan sekitarnya bahwa Masjid Sunan Kalijaga semula adalah langgar (surau/ mushala) yang dibuat oleh Sunan Kalijaga sebelum ia mendirikan Masjid agung Demak.
Menurut cerita orang tua terdahulu, diyakini bahwa cikal bakal berdirinya bangunan Masjid Agung Demak diilhami bangunan langgar ini. Masjid Sunan Kalijaga ini lebih dahulu berdiri daripada Masjid Agung Demak. Baru pada zaman Pangeran Wijil, langgar Sunan Kalijaga itu dikembangkan menjadi sebuah masjid karena tuntutan jumlah jamaah. Sejak berdirinya hingga sekarang, masjid dengan bangunan induk yang asli berukuran 10 x 16 m ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan pada pemugaran karena tuntutan zaman dan jumlah jamaah yang semakin membludak. Perbaikan yang dilakukan secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1970 dengan menambah beberapa bangunan serambi yang cukup luas.
Meski telah beberapa kali mengalami perbaikan, namun bangunan induk yang asli tidak pernah diubah, masih tetap dipertahankan keasliannya. Lebih-lebih keberadaan keempat tiang penyangga utama bangunan (sokoguru) yang oleh masyarakat setempat masih dikeramatkan dan masih berdiri kokoh menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kadilangu dan sekitarnya. Keempat sokoguru itu terbuat dari kayu jati pilihan.
Pada tahun 1990, pengurus Masjid Sunan Kalijaga kembali melakukan pembangunan fisik meliputi tempat shalat dan tempat wudhu putri yang terpisah dengan pria.
Masjid ini berdiri di tengah-tengah masyarakat santri dan sudah tentu syiar masjid ini sangat membanggakan. Ini terlihat dari kegiatan pengajian yang marak di masjid ini. Juga pendidikan Madrasah Diniyah dan TPA tidak ketinggalan melengkapi kemakmuran masjid “langgar”nya Sunan...
Read moreNyaris ada yang terlewatkan dari pengamatan, ketika kita berusaha mencoba melacak dan menginventarisasi masjid-masjid bersejarah yang sangat berperan dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam di Tanah Air, yakni keberadaan Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Memang, keberadaan bangunan suci yang satu ini seperti tenggelam oleh nama besar Masjid Agung Demak, sehingga jarang dibicarakan dalam sejarah. Tetapi, kalau kita amati dan cermati dari prasasti yang ada, peran masjid ini dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam, terutama di tanah Jawa, tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan masjid-masjid bersejarah lainnya.
Masjid Sunan Kalijaga lokasinya berada di Desa Kadilangu, Demak, hanya beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya di Kadilangu—makam istri dan ayahnya (Raden Wilotikto).
Tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahun pendirian masjid kuno ini, termasuk tokoh yang mendirikannya. Tetapi, dari prasasti yang ada dan tersimpan di masjid, diketahui bahwa Masjid Sunan Kalijaga direnovasi pertama kali pada tahun 1564 M oleh Pangeran Wijil.
Hanya saja Pangeran Wijil yang mana yang dimaksud, karena dalam sejarah dikenal ada lima orang Pangeran Wijil dari I sampai V. Semuanya merupakan penerus Sunan Kalijaga di daerah Kadilangu dan sekitarnya. Yang menarik dari sumber keyakinan masyarakat Kadilangu dan sekitarnya bahwa Masjid Sunan Kalijaga semula adalah langgar (surau/ mushala) yang dibuat oleh Sunan Kalijaga sebelum ia mendirikan Masjid agung Demak.
Menurut cerita orang tua terdahulu, diyakini bahwa cikal bakal berdirinya bangunan Masjid Agung Demak diilhami bangunan langgar ini. Masjid Sunan Kalijaga ini lebih dahulu berdiri daripada Masjid Agung Demak. Baru pada zaman Pangeran Wijil, langgar Sunan Kalijaga itu dikembangkan menjadi sebuah masjid karena tuntutan jumlah jamaah. Sejak berdirinya hingga sekarang, masjid dengan bangunan induk yang asli berukuran 10 x 16 m ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan pada pemugaran karena tuntutan zaman dan jumlah jamaah yang semakin membludak. Perbaikan yang dilakukan secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1970 dengan menambah beberapa bangunan serambi yang cukup luas.
Meski telah beberapa kali mengalami perbaikan, namun bangunan induk yang asli tidak pernah diubah, masih tetap dipertahankan keasliannya. Lebih-lebih keberadaan keempat tiang penyangga utama bangunan (sokoguru) yang oleh masyarakat setempat masih dikeramatkan dan masih berdiri kokoh menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kadilangu dan sekitarnya. Keempat sokoguru itu terbuat dari kayu jati pilihan.
Pada tahun 1990, pengurus Masjid Sunan Kalijaga kembali melakukan pembangunan fisik meliputi tempat shalat dan tempat wudhu putri yang terpisah dengan pria.
Masjid ini berdiri di tengah-tengah masyarakat santri dan sudah tentu syiar masjid ini sangat membanggakan. Ini terlihat dari kegiatan pengajian yang marak di masjid ini. Juga pendidikan Madrasah Diniyah dan TPA tidak ketinggalan melengkapi kemakmuran masjid “langgar”nya Sunan...
Read more