It's quite unique from my point of view. Though i born and grown up in West Java, it's my 1st time visiting Cangkuan Temple. This 8th centuries Hindu site is one of very view historical site remain from that period. Sadly, the government didn't put enough restrictions in how visitors should enjoy this particular tourism spot. Children climb up to the site is my biggest concern, while the parents don't even bother to get them down even some encourage them to climb up for the sake of photograph. Pity. Another concern that i really can't get it, it is allowed to do picnic within the site (around the temple). Though reminder to keep the site clean and many trash bins provided, my personal opinion it shouldn't be. Indeed education and discipline among my beloved brothers and sisters are not equally valued, yet, government should act as the order-keeper to ensure the behaviors perform properly at such national treasure site, to keep it sustain as long as possible.
I visited the site after Eid al Fitr holiday ends however school holiday starts 😅 so it was quite crowded. We need to cross over the lake of cangkuang (situ cangkuang) to reach the site but if you're an adventure seeker, there is path you can walk through to reach the site. Bring a mask, during dry season/summer, the way to reach the site is quite dusty. Crossing the lake isn't bad option specially if you come with your loved ones, can take some good shots. I reach the site from Bandung by public transport from Cicaheum Bus terminal and walked to Candi Cangkuang to enjoy the view (though many motorbike service-indonesian called it Ojek, or chariot pulled by horse-Indonesian called it Delman offered through the way)
Entry fee is affordable, less than 1USD. Though when i came it was raised abit due to holiday season, still less than 1USD. The same for bamboo boat fee. The site itself was surrounded by locals cemetery and also paddy fields (not the pretty one but still refreshing to eyes when you see green field around). Toilets available outside and within the site but i didn't utilize it so can't advise it's hygiene standard.
Same as many local tourism spots in Indonesia, the infrastructure to reach the site and parking facilities just super so so. I don't know even if it was up to...
Read moreCandi Cangkuang dan penyebaran Islam di Garut Selain candi, di Kampung Pulo itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya. Letaknya berada di kompleks Candi Cangkuang, persis sebelum pintu masuk candi tersebut. Kampung Pulo sebagai penyebar agama Islam pertama di wilayah Cangkuang maupun Garut. Serta Eyang Embah Dalem Arief Muhammad juga turut andil mendirikan peradaban di sekitarnya. Munawar menceritaka konon Embah Dalem Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, karena kalah dan takut mendapatkan sanksi apabila pulang ke Mataram, Embah Dalem Arief Muhammad memutuskan untuk bersembunyi di Cangkuang. "Masyarakat sekitar saat itu masih banyak yang menganut agama Hindu serta animisme dan dinamisme. Namun perlahan oleh beliu masyarakat sekitar kemudian diislamkan,” ujar Munawar. Penduduk Kampung Pulo kini merupakan keturunan asli dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Beliau memiliki tujuh anak, enam diantaranya perempuan dan satu laki-laki. Warga adat yang mendiami Kampung Pulo saat ini berjumlah 23 orang yang terdiri atas 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad. Ia menjelaskan, sejak abad ke-17, kompleks Kampung Pulo terdiri dari dari enam rumah dan satu musala. Rumah-rumah tersebut diperuntukan bagi anak perempuannya. Sementara musala untuk satu-satunya anak laki-laki. “Sampai sekarang bagunannya hanya ada tujuh, dan nggak boleh ditambah bangunan dan kepala keluarga. Itu simbol putra-putri Embah, memiliki tujuh anak. Harus tetap tujuh pokok bangunan,” kata dia. Warga adat Kampung Pulo tidak boleh menambah kepala keluarga sehingga apabila ada warga adat yang menikah, harus membangun keluarga ke luar kampung. “Karena di komplek Kampung Pulo tidak boleh menambah kepala keluarga, misal anaknya menikah. Paling lama dua minggu mereka di sana, lalu harus keluar. Namun apabila ayah atau ibunya sudah meninggal, bisa masuk lagi ke kampung adat untuk mengisi kekosongan,” jelas Munawar. “Namun, yang mendapatkan hak waris adalah anak perempuan karena yang melanjutkan keturunan Embah Dalem Arief Muhammad adalah anak perempuan. Laki-laki satu-satunya meninggal saat mau disunat yang disimbolkan dengan musala," sambungnya. Munawar lanjut bercerita, ketika anak laki-laki tersebut disunat, diadakan pesta besar.Acara tersebut dilengkapi dengan arak-arak sisingaan yang diiringi musik gamelan menggunakan gong besar. Namun, saat itu tiba-tiba ada angin badai yang menima anak tersebut. Lalu terjatuh dari tandu, sehingga menyebabkan anak laki-laki itu meninggal dunia. Anak laki satu-satunya dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad, menjadi pembelajaran dan membuat adanya tradisi serta aturan di kampung adat tersebut. Beberapa aturan adat pun dijalankan sejak saat itu, seperti tidak boleh menabuh gong besar, dan tidak diperkenankan beternak binatang besar berkaki empat. Lalu, tidak boleh datang ke makam keramat pada hari Rabu dan malam Rabu. Kemudian, tidak boleh menambah bangunan pokok, menambah kepala keluarga, dan mencari nafkah di luar...
Read moreTempat wisata candi bersejarah di kota garut, dengan lokasi yg mudah dijangkau & harga tiket masuk yg sangat murah, jangan melewatkan tempat wisata ini jika berkunjung ke kota garut. Kelebihan : tempatnya mudah dijangkau, dengan modal google map & bertanya ke orang bisa sampai dengan tepat ke lokasi wisata.
diluar dugaan, lokasi berada di daerah pemukiman warga yg lumayan ramai, tapi lokasi candi berada di tengah danau, jadi kesan alamnya tidak hilang
harga tiket murah, Dewasa Rp.5.000/org, anak-anak Rp.3.000, untuk bisa mencapai candi kita akan menaiki rakit sekitar 10 menit sudah sampai ke pulau kecil dimana candi berada
setelah turun kita akan memutari jalan dimana banyak toko-toko pedagang souvenir menjajakan jualannya, kalau beberapa tahun lalu jalannya tidak diputar, ada tangga langsung menuju candi tapi saat ini tangga yg langsung menuju candi ditutup jadi jalan diputar mengitari toko-toko souvenir, jadi teringat ketika berkunjung ke candi Borobudur, hanya untungnya memutarnya tidak terlalu jauh.
setelah melewati toko souvenir baru memasuki kampung adat pulo yg berarsitektur rumah sunda zaman dulu yg hanya terdapat 6 buah, disini kita bisa berfoto-foto jg di depan rumah-rumah tersebut.
+dari kampung adat tersebut, kita memasuki pelataran candi, dimana terdapat museum kecil yg menyimpan beberapa artefak sejarah, foto-foto & serta sejarah singkat mengenai candi & kampung adat pulo, selain itu disebelah candi terdapat jg makam Arief Muhammad yg merupakan pemuka agama islam di daerah tersebut.
kondisi candi dalam kondisi baik & terawat, memang tidak sebesar candi-candi di pulau jawa lainnya, di dalam candi terdapat arca siwa tapi bagian dalam yg ada arcanya di pagar & digembok, konon untuk menjaga arca dari tangan-tangan pengunjung yg jail.
sesuai namanya,di sekitar candi terdapat banyak pohon cangkuang yg buahnya sekilas mirip nangka & merupakan pohon yg langka jg karena jarang dibudidayakan.
dilokasi terdapat WC & warung yg menjual minuman & makanan kecil.
Kekurangan : masih terdapat sampah berserakan, ulah pengujung yg jorok & malas
Kesimpulan tempat wisata bersejarah ini sangat layak masuk list ke tempat yg wajib dikunjungi di garut, selain tempatnya mudah dijangkau, fasilitasnya sudah cukup memadai, ditambah harga tiketnya yg sangat terjangkau dan perpaduan wisata alam, sejarah & adat menjadi satu di tempat wisata ini jadi pas sekali membawa keluarga ke...
Read more