Sejarah Masjid Agung
Berdasarkan prasasti kayu jati (pertama), tertulis di mahkota yang dipasang di atas joglo masjid lama terukir tahun 1771 M. Dapat diduga bahwa Masjid Ageng Kediri dibangun yang pertama kali pada tahun 1771 M. Pada tahun 1974, seorang yang bernama Mustakeh (Pegawai Kadaster) pernah memberi keterangan, bahwa ia bertemu seseorang yang bernama Bang Amat pernah memberi tahu bahwa ia (Bang Amat) ? menangi’ zaman Perang Diponegoro (Tahun 1825-1830 M) dan pernah shalat di Masjid Jami’ Kauman Kediri. Ketika Bang Amat Shalat di Masjid itu bangunan Masjid masih kelihatan baru. Hal ini diduga dan dicatat bahwa Masjid Ageng Kediri dipugar yang pertama kali di sekitar tahun 1830 M. Prasasti kayu jati yang kedua ditulis di mimbar masjid berbunyi: KOLO ADEGIPUN MINBAR MESJID AGENG ING KEDIRI SABTU PAHING, WULAN HAJI KAPING 5, TAHUN ALIF 1261 MIN HIJROTIN NABIYYI MIN MAKKATA ILAL MADINAH. Prasasti kayu jati yang kedua ini menjelaskan bahwa mimbar (tempat khotib berkhothbah) Masjid Ageng dibuat dan dipakai setelah fisik Masjid ada pada tahun 1261 H atau tahun 1841 M. Mimbar bersejarah ini kita lestarikan dan sampai saat ini kondisinya masih baik dan masih digunakan untuk tempat khotib berkhothbah. (Semula mimbar kayu jati ini di-cat, sekarang direnovasi dan dikembalikan ke aslinya yaitu di politur). Berdasarkan prasasti marmer , pada tahun 1347 H. Atau tahun 1928 M Masjid Jami’ Kediri dilakukan pemugaran yang kedua oleh Bupati Kediri ke-8 yang bernama KRA. Haryo Danudiningrat dengan membentuk semacam kepanitiaan yang diketuai oleh Kanjeng Pengulu yang bernama R. H. Ali Mustoha. Karena beberapa pertimbangan syariah yang mendasar, maka pemugaran kali ini melibatkan ulama besar, yakni almaghfurlah KH. Hasyim Asy’ari dan almaghfurlah KH. Wahab Chasbullah dari Jombang. Sejak tahun 1347 H. Atau tahun 1928 M. Sebutan Masjid Jami’ diubah dengan penambahan beberapa bangunan baru antara lain : perluasan serambi Masjid kearah timur, tutup serambi dibuat bentuk kubah.
Pada awalnya, di sebelah kanan dan kiri masjid ada kolam air yang pembuangannya di salurkan ke arah timur menuju parit yang berada di pinggir jalan besar (sekarang Jln. Panglima Sudirman). Sejak tahun itu air ditimbun dan di atasnya dibuat dua buah bangunan yang berbentuk bulat dan dijadikan kantor Raat Agama dimana RH. Ali Mustoha sebagai kepala kantornya. Perlu dijelaskan, bahwa pada tahun itu jalan masuk ke mesjid Ageng ada tiga, yakni jalan masuk sebelah kiri, tengah, dan kanan.
Selaras dengan perkembangan pemerintahan, terutama sejak pemekaran Daerah Tingkat II, maka sejak tahun 1954 diadakan pemekaran daerah. Semula di Kediri hanya ada satu Daerah Tingkat II yakni Kabupaten Kediri kemudian dipecah menjadi dua daerah hingga berdiri Kota Praja Kediri (sekarang menjadi Pemerintah kota Kediri) dan Mesjid Ageng masuk ke dalam wilayah Kota Praja Kediri.
Pada tahun 1976 Ta’mir Masjid Agung Kota Kediri membangun sebuah menara yang berada dimuka sebelah kanan masjid. Berdasarkan Prasasti peresmian menara saat itu Walikotamadya dijabat oleh Drs. Soedarmanto. Pada tahun 1987 M, Ta’mir Masjid Agung bersama Pemerintah Kotamadya Kediri (Walikotamadya Daerah Tingkat II Kediri saat itu dijabat oleh Drs. Setijono) melakukan pemugaran atau lebih tepat disebut dengan merehap masjid yang ke-3 yakni merehap kubah yang semula Kubah dari bahan kayu direhap bentuknya menjadi bulat dan menggunakan bahan semen cor, merehab tempat wudlu’, jamban dan pintu masuk masjid. Usia Masjid Agung ini menurut catatan yang ada sampai dengan akhir tahun 2001 M atau tahun 1423 H berusia kurang...
Read moreBersamaan dengan mundurnya kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur munculah kekuasaan baru dengan warna Islami di bawah kekuasaan kesultanan. Agama Islam mendapatkan perhatian tinggi dan diurus melalui tatanan struktur Pemerintah Kesultanan. Di setiap dusun, desa, kecamatan dan kabupaten ada satu lembaga keagamaan. Sampai sekarang masih dapat kita kenali istilah Pengulu Dalem, Pengulu Ageng, Ketib dan Naib. Di setiap Kota Kabupaten masih lestari adanya Masjid Agung yang diurus oleh Pemerintah yang biasanya selalu berdampingan dengan Kantor Bupati dan Alun-Alun, demikian pula halnya di Kediri
Begitu pula di Kota Kediri, Masjid Agung Kota Kediri tepat berada di depan alun-alun kota. Sangat gampang ditemukan, karena berada di tepat di samping perempatan dimana semua kendaraan umum yang masuk dan keluar Kediri, selalu melintasinya. Dari luar bangunan bertingkat tiga ini kelihatan sangat megah, apalagi ditambah dengan menara setinggi 49 meter dan air mancur yang berada di depannya. Begitu masuk ke dalam bangunan masjid mata kita serasa dibuat sejuk dengan hamparan marmer berwarna abu-abu. Nuansa gaya Roma sangat terasa dalam masjid agung, ini bisa dilihat dari seni mozaik marmernya, hiasan di atap masjid dan hiasan cungkup masjid serta banyaknya tiang yang ada yaitu sebanyak 106 buah tiang kolom. Meski bergaya ala Eropa klasik kita masih tetap akan menemukan nuansa etnik di dalamnya, yaitu ukiran kaligrafi dari kayu yang menjadi ciri khas sebuah masjid. Luas Masjid Agung sendiri sebesar 1388,8 m 2 untuk lantai dasarnya, sementara lantai 1 seluas 1335,1 m 2 dan lantai dua seluas 396,8 m 2 . Berdiri di atas tanah seluas 4780,6 m 2 Masjid Agung memiliki jumlah pintu utama 15 buah dan pintu Bantu sebanyak 12 buah. Para jemaah pun dijamin dengan fasilitas parkir yang luas dan urinoir, kamar mandi, wc serta kran wudlu yang disediakan. Ada 80 buah kran wudlu yang disediakan untuk jemaah pria dan 15 kran untuk jemaah wanita. Bagian untuk fasilitas ini dibuat lorong memanjang sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi para penggunanya. Sehingga kalau kita sudah masuk masjid, rasanya ingin terus berlama-lama di dalamnya
Sumber :...
Read moreMasjid Agung Kota Kediri tepat berada di depan alun-alun kota. Sangat gampang ditemukan, karena berada di tepat di samping perempatan dimana semua kendaraan umum yang masuk dan keluar Kediri, selalu melintasinya. Dari luar bangunan bertingkat tiga ini kelihatan sangat megah, apalagi ditambah dengan menara setinggi 49 meter dan air mancur yang berada di depannya. Begitu masuk ke dalam bangunan masjid mata kita serasa dibuat sejuk dengan hamparan marmer berwarna abu-abu. Nuansa gaya Roma sangat terasa dalam masjid agung, ini bisa dilihat dari seni mozaik marmernya, hiasan di atap masjid dan hiasan cungkup masjid serta banyaknya tiang yang ada yaitu sebanyak 106 buah tiang kolom. Meski bergaya ala Eropa klasik kita masih tetap akan menemukan nuansa etnik di dalamnya, yaitu ukiran kaligrafi dari kayu yang menjadi ciri khas sebuah masjid. Luas Masjid Agung sendiri sebesar 1388,8 m 2 untuk lantai dasarnya, sementara lantai 1 seluas 1335,1 m 2 dan lantai dua seluas 396,8 m 2 . Berdiri di atas tanah seluas 4780,6 m 2 Masjid Agung memiliki jumlah pintu utama 15 buah dan pintu Bantu sebanyak 12 buah. Para jemaah pun dijamin dengan fasilitas parkir yang luas dan urinoir, kamar mandi, wc serta kran wudlu yang disediakan. Ada 80 buah kran wudlu yang disediakan untuk jemaah pria dan 15 kran untuk jemaah wanita. Bagian untuk fasilitas ini dibuat lorong memanjang sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi para penggunanya. Sehingga kalau kita sudah masuk masjid, rasanya ingin terus...
Read more