Museum Perjoangan Bogor was established through the consultation of warrior figures the Bogor residency which includes the city and district Bogor, Sukabumi, Cianjur and Depok. Initiated and inaugurated by Major Ishak Djuarsah on November 10, 1957. The Establishment Museum is intended to pass on the spirit and fighting spirit and values of struggle to the younger generation. The building used as a museum previously belonged to a Dutch businessman named Wilhelm Gustaf Wissner. Built in 1879 which was originally used as a warehouse for export agricultural commodities before being sent to countries in Europe. During the movement period this building was used by PARINDRA and was later named the Brotherhood Building. Apart from being used as a place for youth movement activities, this building is also used as a place for youth scouting activities, under the banner of the Indonesian Scout Youth Movement, namely Pandu Suryawirawan. In 1942 it was used as a warehouse for the Japanese army to store goods belonging to Dutch internees, then used to welcome and defend Indonesia's independence in 1945. Between 1945-1950 it was used by the Bogor Residency KNI, Gelora Rakyat, Bogor Residency Defense Council, Call Sigen RRI Perjuangan Residency Bogor, GABSI Bogor Branch, and the Bogor District temporary government office. In 1952-1958 owned and occupied by Umar Bin Usman Al Bawahab. It was only on May 20, 1958 that this building was donated by its last owner, Umar Bin Usman Albawahab, to...
Read more“Jasmerah” atau singkatan dari “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” menjadi sebuah kutipan yang cukup fenomenal bagi Bnagsa Indonesia. Untuk itu tidak ada salahnya berlibur dengan anggota keluarga ke salah satu museum yang ada di daerah Bogor yaitu Museum Perjuangan.
Museum Perjuangan ini dibangun pada tahun 1879. Saat pertama kali didirikan bangunan ini digunakan untuk gudang penyimpanan hasil bumi sebelum diekspor ke negara-negara Eropa. Pemilik bangunan ini merupakan seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernana Wilhelm Gustaf Wissner. Lima puluh enam tahun kemudian PARINDRA atau Partai Indonesia Raya menggunakan bangunan ini sebagai kantor dan nama gedung ini pun berubah menjadi Gedung Persaudaraan.
PARINDRA sendiri merupakan sebuah partai politik yang memiliki tujuan untuk membangun Indonesia Mulia dan Sempurna dengan cara bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. PERINDRA menggunakan gedung ini menjadi tempat untuk melakukan aktivitas organisasi seperti kegiatan kepanduan dan kepemudaan di dalam lingkungannya.
Gedung ini sempat berpindah tangan saat masa Belanda Kalah oleh Jepang dan beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan barang-barang tahanan sebelum menjadikannya sebagai tempat menyambut Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Barulah setelah Indonesia merdeka gedung ini bertempat di jalan Merdeka yang pada masa itu bernama Cikeumeuh weg dan berulang kali beralih fungsi. Berbagai jenis organisasi telah mempergunakan gedung ini untuk pelaksanaan kegiatan mereka. Mulai dari organisasi KNI Kersidenan Bogor, GABSI cabang Bogor dan bahkan menjadi Kantor Pemerintah Sementara Kabupaten Bogor juga pernah mempergunakan gedung ini.
Sampai akhirnya pada tahun 1925-1957 gedung ini menjadi milik seseorang yang bernama Umar Bin Usman Alwahab hingga kemudian beliau menghibahkan gedung ini untuk digunakan sebagai Museum Perjuangan Bogor. Kemudian pada tahun 1957, berdirilah museum yang hingga kini dikenal dengan Museum Perjuangan Bogor. Museum ini diresmikanpada tanggal 10 November oleh Pemangku Militer Daerah Res. Inf 8 Suryakencana Mayor Ishak Djuarsa yang saat kini namanya menjadi nama salah satu jalan di daerah Bogor. Tujuan dibangunnya museum ini adalah agar generasi mendatang bisa mengetahui serta mengenang jasa dan pengorbanan para pejuang-pejuang bangsa untuk merebut dan mempertahankan...
Read moreMuseum ini sebenarnya merupakan museum yang menarik karena menceritakan sejarah kota Bogor yang juga dapat menjadi kebanggaan masyarakatnya. Namun, kondisi museum ini hanya bagus diluarnya saja. Di dalam, museum sangat gelap disebabkan pencahayaan yang kurang. Udara juga terasa pengap karena tidak adanya kipas apalagi ac. Koleksi berdebu dan tidak terawat, lantai tidak terawat, dinding, dan langit-langit pun tidak terawat. Bahkan, banyak ditemukan jejak-jejak air di langit-langit. Di lantai kedua, jendela-jendela telah pecah, sudah tidak bisa dikunci, sehingga apabila hujan turun dan cuaca berangin lampu-lampu sering jatuh dan menyebabkan kondisi lantai atas porak-poranda. Museum ini berada di tangan swasta, namun kabarnya akan diambil alih pemerintah kota. Tetapi hal itu belum juga terwujud hingga sekarang. Museum ini dikepalai oleh seorang veteran yang saat ini juga tengah berjuang melawan penyakitnya. Pemasukkan museum hanya berasal dari tiket masuk yang sama sekali tidak banyak. Pada 12 November 2018 dalam rangka memperingati hari pahlawan, mahasiswa arkeologi UI angkatan 2017 melakukan pengabdian masyarakat di museum ini dengan memberi sumbangan berupa 500 lembar brosur, dua buah lemari, dan buku-buku sumbangan dari dosen-dosen arkeologi UI dan Departemen Geografi dan Sejarah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi sumbangan tersebut tidak berarti museum ini sudah dapat berdiri sendiri dan berjaya lagi, museum ini masih terus membutuhkan bantuan dari masyarakat semua. Hakl yang paling kecil yang dapat dilakukan adalah memberi apresiasi dan mencoba peduli dengan mempromosikan museum ini ke orang-orang sebanyak-banyaknya hingga permasalahan ini dapat di dengar dan akhirnya di bantu...
Read more