HTML SitemapExplore
logo
Find Things to DoFind The Best Restaurants

Gedhe Mataram Kotagede Mosque — Attraction in Bantul Regency

Name
Gedhe Mataram Kotagede Mosque
Description
Nearby attractions
Pasar Kotagede
59CX+MW7, Jl. Mentaok Raya, Purbayan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55173, Indonesia
Makam Panembahan Senopati
59CX+735, Sayangan, Jagalan, Kotagede, Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta 55192, Indonesia
Sendang Seliran
59CX+33X, Sayangan, Jagalan, Banguntapan, Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta 55192, Indonesia
Golgata Antique Store
Jl. Tegal Gendu KG II No.1179, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55172, Indonesia
Nearby restaurants
Soto Sokaraja "Sha" Khas Banyumas
Jl. Mondorakan No.75, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55172, Indonesia
Omah Dhuwur Coffee & Dining
Jl. Mondorakan No.252, Bodon, Jagalan, Kec. Kotagede, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55192, Indonesia
Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang (Kotagede)
Jl. Nyi Pembayun No.5, RT.41, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55172, Indonesia
Pondok Bakaran Giwangan
Jl. Imogiri Tim. No.139C, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55163, Indonesia
"Kang Jono" Lamb Satay
5C82+8WC, Jl. Purbayan, Singosaren II, Singosaren, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55193, Indonesia
Dapur Mu
Jl. Ponggalan Blok UH VII No.203, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55163, Indonesia
Angkringan Mamper Sek
Purbayan, Kotagede, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta 55173, Indonesia
Kandhang'e Seafood & Nasgor
599R+X7P, Unnamed Road, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55163, Indonesia
Nearby hotels
Rumah Pesik Art & Heritage Hotel
Jl. Mondorakan Gg. Soka No.3B, Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55192, Indonesia
nDalem Natan Royal Heritage
nDalem Natan Jalan Mondorakan.5, Jl. Mondorakan No.5, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta 55172, Indonesia
BHUMI Hostel
Jl. Raden Ronggo I No.14, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55172, Indonesia
OYO 549 KOTAGEDE HERITAGE HOMESTAY
Jl. Tegal Gendu No.20, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55172, Indonesia
Hotel Caniga Yogyakarta
Jl. Kyai Guno Mrico No.09, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55163, Indonesia
zg homy jogja
mini klaster, Jl. Nyi Pembayun No.5, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta 55172, Indonesia
BJoes Homestay
Jl. Imogiri Tim., Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
Kost Putri Dhiya
Kembang basen rt 13 rw 04 no rumah. 245, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta 55198, Indonesia
Related posts
Keywords
Gedhe Mataram Kotagede Mosque tourism.Gedhe Mataram Kotagede Mosque hotels.Gedhe Mataram Kotagede Mosque bed and breakfast. flights to Gedhe Mataram Kotagede Mosque.Gedhe Mataram Kotagede Mosque attractions.Gedhe Mataram Kotagede Mosque restaurants.Gedhe Mataram Kotagede Mosque travel.Gedhe Mataram Kotagede Mosque travel guide.Gedhe Mataram Kotagede Mosque travel blog.Gedhe Mataram Kotagede Mosque pictures.Gedhe Mataram Kotagede Mosque photos.Gedhe Mataram Kotagede Mosque travel tips.Gedhe Mataram Kotagede Mosque maps.Gedhe Mataram Kotagede Mosque things to do.
Gedhe Mataram Kotagede Mosque things to do, attractions, restaurants, events info and trip planning
Gedhe Mataram Kotagede Mosque
IndonesiaSpecial Region of YogyakartaBantul RegencyGedhe Mataram Kotagede Mosque

Basic Info

Gedhe Mataram Kotagede Mosque

59CX+67V, Unnamed Road, Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55192, Indonesia
4.8(501)
Closed
Save
spot

Ratings & Description

Info

Cultural
Scenic
Family friendly
Accessibility
attractions: Pasar Kotagede, Makam Panembahan Senopati, Sendang Seliran, Golgata Antique Store, restaurants: Soto Sokaraja "Sha" Khas Banyumas, Omah Dhuwur Coffee & Dining, Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang (Kotagede), Pondok Bakaran Giwangan, "Kang Jono" Lamb Satay, Dapur Mu, Angkringan Mamper Sek, Kandhang'e Seafood & Nasgor
logoLearn more insights from Wanderboat AI.
Open hoursSee all hours
Sun8 AM - 6 PMClosed

Plan your stay

hotel
Pet-friendly Hotels in Bantul Regency
Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.
hotel
Affordable Hotels in Bantul Regency
Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.
hotel
The Coolest Hotels You Haven't Heard Of (Yet)
Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.
hotel
Trending Stays Worth the Hype in Bantul Regency
Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.

Reviews

Nearby attractions of Gedhe Mataram Kotagede Mosque

Pasar Kotagede

Makam Panembahan Senopati

Sendang Seliran

Golgata Antique Store

Pasar Kotagede

Pasar Kotagede

4.6

(7K)

Open 24 hours
Click for details
Makam Panembahan Senopati

Makam Panembahan Senopati

4.8

(250)

Open 24 hours
Click for details
Sendang Seliran

Sendang Seliran

4.5

(180)

Open until 12:00 AM
Click for details
Golgata Antique Store

Golgata Antique Store

4.4

(26)

Closed
Click for details

Things to do nearby

Discover Borobudur Prambanan & Yogyakarta
Discover Borobudur Prambanan & Yogyakarta
Mon, Dec 15 • 8:00 AM
Kraton, Special Region of Yogyakarta, 55661, Indonesia
View details
Yogyakarta Historical and Food Tour
Yogyakarta Historical and Food Tour
Sun, Dec 14 • 6:00 PM
Gedong Tengen, Special Region of Yogyakarta, 55272, Indonesia
View details
Borobudur-Prambanans Private Tour
Borobudur-Prambanans Private Tour
Mon, Dec 15 • 3:30 AM
Gondokusuman, Special Region of Yogyakarta, 55213, Indonesia
View details

Nearby restaurants of Gedhe Mataram Kotagede Mosque

Soto Sokaraja "Sha" Khas Banyumas

Omah Dhuwur Coffee & Dining

Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang (Kotagede)

Pondok Bakaran Giwangan

"Kang Jono" Lamb Satay

Dapur Mu

Angkringan Mamper Sek

Kandhang'e Seafood & Nasgor

Soto Sokaraja "Sha" Khas Banyumas

Soto Sokaraja "Sha" Khas Banyumas

4.8

(38)

Click for details
Omah Dhuwur Coffee & Dining

Omah Dhuwur Coffee & Dining

4.5

(1.0K)

$$$

Click for details
Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang (Kotagede)

Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang (Kotagede)

4.5

(52)

$

Click for details
Pondok Bakaran Giwangan

Pondok Bakaran Giwangan

4.5

(2.3K)

Click for details
Get the Appoverlay
Get the AppOne tap to find yournext favorite spots!
Wanderboat LogoWanderboat

Your everyday Al companion for getaway ideas

CompanyAbout Us
InformationAI Trip PlannerSitemap
SocialXInstagramTiktokLinkedin
LegalTerms of ServicePrivacy Policy

Get the app

© 2025 Wanderboat. All rights reserved.
logo

Reviews of Gedhe Mataram Kotagede Mosque

4.8
(501)
avatar
5.0
5y

Menjelajah Kotagede belum lengkap jika belum mengunjungi Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Masjid ini merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1640 M. Pembangunan masjid dilakukan secara bergotong royong dengan masyarakat sekitar yang umumnya masih memeluk agama Hindu dan Budha. Masjid Gedhe Mataram sendiri berada di komplek pemakaman raja-raja Mataram yang beralamatkan di Dusun Sayangan RT 04 Jagalan, Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul.

Memasuki areal halaman masjid akan didapati sebuah pohon beringin tua berusia ratusan tahun yang masyarakat sekitar menyebutnya Wringin Sepuh. Konon bagi siapa saja yang bertapa di bawah pohon beringin hingga mendapati dua lembar daun beringin jatuh dengan posisi satu menelungkup satu terlentang maka keinginannya akan terkabulkan.

Secara admintrasi masjid ini masuk ke dalam wilayah Dusun Masjid Agung Mataram Kotagede bisa ditemukan dengan menyusuri jalan di sebelah barat pasar Kotagede, lalu ikuti Jalan Watu Gilang ke arah selatan hingga menemukan papan nama Masjid Agung Mataram Kotagede dan Makam Raja Mataram Kotagede.

Sebelum memasuki komplek masjid, akan melewati gapura berbentuk paduraksa dengan tembok bertuliskan huruf L. bantuk paduraksa dan huruf L tersebut merupakan bentuk toleransi Sultan Agung pada warga Hindu dan Buddha yang ikut bergotong royong membangun masjid.

Di bagian depan komplek masjid, ada sebuah prasasti berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat lambang Kasunan Surakarta yang menyebutkan bahwa pembangunan masjid dilakukan dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada masa Sultan Agung. Pada tahap ini dilakukan pembangunan inti masjid berukuran kecil yang disebut Langgar. Tahap kedua dilaksanakan oleh Raja Kasunan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bangunan yang didirikan oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X adalah pada bagian tiang. Tiang masjid yang dibangun oleh Sultan Agung berasal dari kayu, sedangkan Paku Bowono X memakai besi sebagai tiang masjid.

Secara keseluruhan, bangunan masjid berbentuk limasan yang terbagi menjadi dua, inti dan serambi. Disini terdapat Bedug yang usianya sudah cukup tua yang merupakan hadiah dari Nyai Pringgit. Sampai sekarang, bedug masih digunakan sebagai penanda masuk waktu sholat.

Di sekeliling inti masjid, terdapat parit yang dulunya digunakan sebagai saluran drainase air wudlu di sebelah utara masjid. Kini, warga memperbaiki parit dan memasanga porselen di dasar parit dan menggunakannya untuk tempat memelihara ikan. Untuk memudahkan jamaah yang hendak beribadah, dibuat jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.

Di dalam masjid terdapat mimbar yang terdapat dari kayu ukir yang merupakan hadiah dari Sultan Palembang kepada Sultan Agung. Dulunya mimbar ini digunakan berkhotbah namun kini sudah tidak dipergunakan lagi.

Berjalan mengitari masjid maka akan ditemukan perbedaan tembok di sebelah kiri halaman masjid. Tembok kiri tersusun atas batu-bata merah dan terdapat batu marmer bertuliskan kalimat dalam aksara jawa. Ternyata tembok sebelah kiri merupakan tembok yang dibangun pada mas Sultan Agung yang menggunakan air aren yang dapat membatu sebagai perekatnya sehingga tembok lebih kuat.

Menuju Masjid Gedhe Mataram Kotagede bisa dari jalan sebelah barat pasar, setelah itu lurus megikuti jalan Watu Gilang ke arah selatan sampai menemukan sebuah papan nama Masjid Agung Kotagede dan makam Raja...

   Read more
avatar
5.0
4y

Saya kembali ke arah pasar kotagede, kali itu bukan untuk mengunjungi pasarnya tetapi untuk menuju ke arah selatan di jl mataram. Masjid Mataram adalah tempat yang saya tuju. Sepeda kembali saya parkirkan. Lalu, saya berjalan menyusuri jalan menuju gerbang masuk masjid mataram. Ketika baru sampai di depan gerbang masuk, romansa kota lama sungguh terasa. Apalagi ketika sudah melewati gapura eksentrik berarsitektur hindu itu. Ketika sudah di area masjid, saya memandang sekeliling. Hanya terdapat beberapa orang yang sedang bermain bersama keluarga mereka. Lalu, di area bangunan utam masjid, ada sekelompok anak-anak yang sepertinya akan belajar. Tak lama setelahnya, bapak-bapak berkemeja putih dan berkopiah datang menghampiri mereka. Seorang bapak itu sepertinya adalah guru yang mereka nanti. Setelahnya, interaksi pun terjadi di tengah-tengah mereka. Suara riuhnya sungguh saya rindu. Apalagi ketika saya mendengar suara anak-anak itu menirukan bacaan yang dicontohkan oleh guru di depan mereka. Pagi hari, riuh anak-anak, langit cerah, sesekali kicau burung terdengar. Sungguh, duduk atau berjalan-jalan di sana rasanya menyenangkan dan menenangkan. Tak cukup hanya berkeliling di area masjid, rasa penasaran membawa saya untuk kembali berjalan ke belakang. Setahu saya, di sana pun ada pesarean atau makam. Itu adalah makam raja-raja mataram tempo dulu. Saya seperti dibawa ke tempat lain setelah melewati gerbang masuk itu. Kicauan burung terdengar jelas menyambut kehadiran saya di sana. ditambah angin yang sejuk, saya terus berjalan semakin menjauhi area masjid. Beberapa gapura saya lewati hingga sampailah di depan gerbang yang tertutup rapat dan terkunci. Saya tidak bisa masuk ke sana. itu adalah area makam raja-raja mataram. Bisa saja sih kalau memang ingin. Asalkan, saya izin terlebih dahulu dengan abdi dalem. Tidak hanya itu, saya pun harus mengikuti syarat dan ketentuan yang perlu dilakukan ketika akan berziarah ke makam tersebut. hal-hal itulah yang membuat saya enggan utnuk memasuki gerbang itu. Ketika melihat petunjuk arah, ada sebuah tanda yang mengarahkan ke sebuah sendang atau pemandian. Tempat itu ada di sebelah kiri gerbang masuk makam. Pagi itu baru satu bagian pintu yang terbuka, sempat ragu, saya mencoba untuk berjalan masuk. Saya kembali merasa terbawa ke masa-masa di film kolosal raja-raja Jawa. Gerbang itu mengarahkan ke sebuah mata air yang digunakan oleh beberapa orang untuk mandi atau sebagai tempat ibadah. Pagi itu, kedatangan saya bebarengan dengan dua orang perempuan yang akan beribadah di sana. merkea membawa dupa lalu membakar dan meletakannya di depan sendang itu. Ketika mencoba mengamati sendang lebih dekat, ternyata airnya begitu bening dan menyegarkan. Saya bisa melihat permukaan tanah di bawahnya. Ikan-ikan, ranting pohon, serta bebatuan tampak jelas. Airnya seperti kaca, berkilaun. Warnanya hijau tosca kebiruan. Ketika mencoba untuk meraih airnya dan mengusapkan ke wajah, kesegaran sungguh terasa. Wah, saya jadi ingin cuci muka lagi deh! Setelah berkeliling di area sendang, saya sungguh merasa lelah. Saya putuskan untuk duduk sejenak di bebatuan depan gerbang sembari memandang lanskap yang tampak di sapuan mata saya tersebut. hingga pukul 8.20, saya masih duduk dan mendengarkan kicauan burung. Suaranya sungguh menenangkan. Beragam jenis burung seperti berebut ruang untuk berkicau dan memamerkan nada kicauannya...

   Read more
avatar
5.0
3y

One of the oldest mosques in Yogyakarta and central Java yet one of the most preserved ones. The mosque is located in the southern part of Yogyakarta city (if you consider Kotagede as part of the city). The mosque was established around the 16th century as the royal mosque of the kingdom of Mataram. Even though the kingdom's capital changed a few times, this mosque remains because the Kotagede remains populated and it contains the founder of the kingdom. The main building is actually was made in the 20th century. Renovated by the king of Surakarta, Susuhunan Pakubuwana X. But the gates are still authentic except for the main eastern gate which was renovated in the 80s due to a...

   Read more
Page 1 of 7
Previous
Next

Posts

Kusumo Wardoyo Cahyo NugrohoKusumo Wardoyo Cahyo Nugroho
Menjelajah Kotagede belum lengkap jika belum mengunjungi Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Masjid ini merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1640 M. Pembangunan masjid dilakukan secara bergotong royong dengan masyarakat sekitar yang umumnya masih memeluk agama Hindu dan Budha. Masjid Gedhe Mataram sendiri berada di komplek pemakaman raja-raja Mataram yang beralamatkan di Dusun Sayangan RT 04 Jagalan, Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul. Memasuki areal halaman masjid akan didapati sebuah pohon beringin tua berusia ratusan tahun yang masyarakat sekitar menyebutnya Wringin Sepuh. Konon bagi siapa saja yang bertapa di bawah pohon beringin hingga mendapati dua lembar daun beringin jatuh dengan posisi satu menelungkup satu terlentang maka keinginannya akan terkabulkan. Secara admintrasi masjid ini masuk ke dalam wilayah Dusun Masjid Agung Mataram Kotagede bisa ditemukan dengan menyusuri jalan di sebelah barat pasar Kotagede, lalu ikuti Jalan Watu Gilang ke arah selatan hingga menemukan papan nama Masjid Agung Mataram Kotagede dan Makam Raja Mataram Kotagede. Sebelum memasuki komplek masjid, akan melewati gapura berbentuk paduraksa dengan tembok bertuliskan huruf L. bantuk paduraksa dan huruf L tersebut merupakan bentuk toleransi Sultan Agung pada warga Hindu dan Buddha yang ikut bergotong royong membangun masjid. Di bagian depan komplek masjid, ada sebuah prasasti berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat lambang Kasunan Surakarta yang menyebutkan bahwa pembangunan masjid dilakukan dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada masa Sultan Agung. Pada tahap ini dilakukan pembangunan inti masjid berukuran kecil yang disebut Langgar. Tahap kedua dilaksanakan oleh Raja Kasunan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bangunan yang didirikan oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X adalah pada bagian tiang. Tiang masjid yang dibangun oleh Sultan Agung berasal dari kayu, sedangkan Paku Bowono X memakai besi sebagai tiang masjid. Secara keseluruhan, bangunan masjid berbentuk limasan yang terbagi menjadi dua, inti dan serambi. Disini terdapat Bedug yang usianya sudah cukup tua yang merupakan hadiah dari Nyai Pringgit. Sampai sekarang, bedug masih digunakan sebagai penanda masuk waktu sholat. Di sekeliling inti masjid, terdapat parit yang dulunya digunakan sebagai saluran drainase air wudlu di sebelah utara masjid. Kini, warga memperbaiki parit dan memasanga porselen di dasar parit dan menggunakannya untuk tempat memelihara ikan. Untuk memudahkan jamaah yang hendak beribadah, dibuat jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet. Di dalam masjid terdapat mimbar yang terdapat dari kayu ukir yang merupakan hadiah dari Sultan Palembang kepada Sultan Agung. Dulunya mimbar ini digunakan berkhotbah namun kini sudah tidak dipergunakan lagi. Berjalan mengitari masjid maka akan ditemukan perbedaan tembok di sebelah kiri halaman masjid. Tembok kiri tersusun atas batu-bata merah dan terdapat batu marmer bertuliskan kalimat dalam aksara jawa. Ternyata tembok sebelah kiri merupakan tembok yang dibangun pada mas Sultan Agung yang menggunakan air aren yang dapat membatu sebagai perekatnya sehingga tembok lebih kuat. Menuju Masjid Gedhe Mataram Kotagede bisa dari jalan sebelah barat pasar, setelah itu lurus megikuti jalan Watu Gilang ke arah selatan sampai menemukan sebuah papan nama Masjid Agung Kotagede dan makam Raja Mataram Kotagede.
yosi sulastriyosi sulastri
Saya kembali ke arah pasar kotagede, kali itu bukan untuk mengunjungi pasarnya tetapi untuk menuju ke arah selatan di jl mataram. Masjid Mataram adalah tempat yang saya tuju. Sepeda kembali saya parkirkan. Lalu, saya berjalan menyusuri jalan menuju gerbang masuk masjid mataram. Ketika baru sampai di depan gerbang masuk, romansa kota lama sungguh terasa. Apalagi ketika sudah melewati gapura eksentrik berarsitektur hindu itu. Ketika sudah di area masjid, saya memandang sekeliling. Hanya terdapat beberapa orang yang sedang bermain bersama keluarga mereka. Lalu, di area bangunan utam masjid, ada sekelompok anak-anak yang sepertinya akan belajar. Tak lama setelahnya, bapak-bapak berkemeja putih dan berkopiah datang menghampiri mereka. Seorang bapak itu sepertinya adalah guru yang mereka nanti. Setelahnya, interaksi pun terjadi di tengah-tengah mereka. Suara riuhnya sungguh saya rindu. Apalagi ketika saya mendengar suara anak-anak itu menirukan bacaan yang dicontohkan oleh guru di depan mereka. Pagi hari, riuh anak-anak, langit cerah, sesekali kicau burung terdengar. Sungguh, duduk atau berjalan-jalan di sana rasanya menyenangkan dan menenangkan. Tak cukup hanya berkeliling di area masjid, rasa penasaran membawa saya untuk kembali berjalan ke belakang. Setahu saya, di sana pun ada pesarean atau makam. Itu adalah makam raja-raja mataram tempo dulu. Saya seperti dibawa ke tempat lain setelah melewati gerbang masuk itu. Kicauan burung terdengar jelas menyambut kehadiran saya di sana. ditambah angin yang sejuk, saya terus berjalan semakin menjauhi area masjid. Beberapa gapura saya lewati hingga sampailah di depan gerbang yang tertutup rapat dan terkunci. Saya tidak bisa masuk ke sana. itu adalah area makam raja-raja mataram. Bisa saja sih kalau memang ingin. Asalkan, saya izin terlebih dahulu dengan abdi dalem. Tidak hanya itu, saya pun harus mengikuti syarat dan ketentuan yang perlu dilakukan ketika akan berziarah ke makam tersebut. hal-hal itulah yang membuat saya enggan utnuk memasuki gerbang itu. Ketika melihat petunjuk arah, ada sebuah tanda yang mengarahkan ke sebuah sendang atau pemandian. Tempat itu ada di sebelah kiri gerbang masuk makam. Pagi itu baru satu bagian pintu yang terbuka, sempat ragu, saya mencoba untuk berjalan masuk. Saya kembali merasa terbawa ke masa-masa di film kolosal raja-raja Jawa. Gerbang itu mengarahkan ke sebuah mata air yang digunakan oleh beberapa orang untuk mandi atau sebagai tempat ibadah. Pagi itu, kedatangan saya bebarengan dengan dua orang perempuan yang akan beribadah di sana. merkea membawa dupa lalu membakar dan meletakannya di depan sendang itu. Ketika mencoba mengamati sendang lebih dekat, ternyata airnya begitu bening dan menyegarkan. Saya bisa melihat permukaan tanah di bawahnya. Ikan-ikan, ranting pohon, serta bebatuan tampak jelas. Airnya seperti kaca, berkilaun. Warnanya hijau tosca kebiruan. Ketika mencoba untuk meraih airnya dan mengusapkan ke wajah, kesegaran sungguh terasa. Wah, saya jadi ingin cuci muka lagi deh! Setelah berkeliling di area sendang, saya sungguh merasa lelah. Saya putuskan untuk duduk sejenak di bebatuan depan gerbang sembari memandang lanskap yang tampak di sapuan mata saya tersebut. hingga pukul 8.20, saya masih duduk dan mendengarkan kicauan burung. Suaranya sungguh menenangkan. Beragam jenis burung seperti berebut ruang untuk berkicau dan memamerkan nada kicauannya yang memikat.
Jaso Jangan SotoJaso Jangan Soto
One of the oldest mosques in Yogyakarta and central Java yet one of the most preserved ones. The mosque is located in the southern part of Yogyakarta city (if you consider Kotagede as part of the city). The mosque was established around the 16th century as the royal mosque of the kingdom of Mataram. Even though the kingdom's capital changed a few times, this mosque remains because the Kotagede remains populated and it contains the founder of the kingdom. The main building is actually was made in the 20th century. Renovated by the king of Surakarta, Susuhunan Pakubuwana X. But the gates are still authentic except for the main eastern gate which was renovated in the 80s due to a major earthquake.
See more posts
See more posts
hotel
Find your stay

Pet-friendly Hotels in Bantul Regency

Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.

Menjelajah Kotagede belum lengkap jika belum mengunjungi Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Masjid ini merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1640 M. Pembangunan masjid dilakukan secara bergotong royong dengan masyarakat sekitar yang umumnya masih memeluk agama Hindu dan Budha. Masjid Gedhe Mataram sendiri berada di komplek pemakaman raja-raja Mataram yang beralamatkan di Dusun Sayangan RT 04 Jagalan, Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul. Memasuki areal halaman masjid akan didapati sebuah pohon beringin tua berusia ratusan tahun yang masyarakat sekitar menyebutnya Wringin Sepuh. Konon bagi siapa saja yang bertapa di bawah pohon beringin hingga mendapati dua lembar daun beringin jatuh dengan posisi satu menelungkup satu terlentang maka keinginannya akan terkabulkan. Secara admintrasi masjid ini masuk ke dalam wilayah Dusun Masjid Agung Mataram Kotagede bisa ditemukan dengan menyusuri jalan di sebelah barat pasar Kotagede, lalu ikuti Jalan Watu Gilang ke arah selatan hingga menemukan papan nama Masjid Agung Mataram Kotagede dan Makam Raja Mataram Kotagede. Sebelum memasuki komplek masjid, akan melewati gapura berbentuk paduraksa dengan tembok bertuliskan huruf L. bantuk paduraksa dan huruf L tersebut merupakan bentuk toleransi Sultan Agung pada warga Hindu dan Buddha yang ikut bergotong royong membangun masjid. Di bagian depan komplek masjid, ada sebuah prasasti berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat lambang Kasunan Surakarta yang menyebutkan bahwa pembangunan masjid dilakukan dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada masa Sultan Agung. Pada tahap ini dilakukan pembangunan inti masjid berukuran kecil yang disebut Langgar. Tahap kedua dilaksanakan oleh Raja Kasunan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bangunan yang didirikan oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X adalah pada bagian tiang. Tiang masjid yang dibangun oleh Sultan Agung berasal dari kayu, sedangkan Paku Bowono X memakai besi sebagai tiang masjid. Secara keseluruhan, bangunan masjid berbentuk limasan yang terbagi menjadi dua, inti dan serambi. Disini terdapat Bedug yang usianya sudah cukup tua yang merupakan hadiah dari Nyai Pringgit. Sampai sekarang, bedug masih digunakan sebagai penanda masuk waktu sholat. Di sekeliling inti masjid, terdapat parit yang dulunya digunakan sebagai saluran drainase air wudlu di sebelah utara masjid. Kini, warga memperbaiki parit dan memasanga porselen di dasar parit dan menggunakannya untuk tempat memelihara ikan. Untuk memudahkan jamaah yang hendak beribadah, dibuat jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet. Di dalam masjid terdapat mimbar yang terdapat dari kayu ukir yang merupakan hadiah dari Sultan Palembang kepada Sultan Agung. Dulunya mimbar ini digunakan berkhotbah namun kini sudah tidak dipergunakan lagi. Berjalan mengitari masjid maka akan ditemukan perbedaan tembok di sebelah kiri halaman masjid. Tembok kiri tersusun atas batu-bata merah dan terdapat batu marmer bertuliskan kalimat dalam aksara jawa. Ternyata tembok sebelah kiri merupakan tembok yang dibangun pada mas Sultan Agung yang menggunakan air aren yang dapat membatu sebagai perekatnya sehingga tembok lebih kuat. Menuju Masjid Gedhe Mataram Kotagede bisa dari jalan sebelah barat pasar, setelah itu lurus megikuti jalan Watu Gilang ke arah selatan sampai menemukan sebuah papan nama Masjid Agung Kotagede dan makam Raja Mataram Kotagede.
Kusumo Wardoyo Cahyo Nugroho

Kusumo Wardoyo Cahyo Nugroho

hotel
Find your stay

Affordable Hotels in Bantul Regency

Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.

Get the Appoverlay
Get the AppOne tap to find yournext favorite spots!
Saya kembali ke arah pasar kotagede, kali itu bukan untuk mengunjungi pasarnya tetapi untuk menuju ke arah selatan di jl mataram. Masjid Mataram adalah tempat yang saya tuju. Sepeda kembali saya parkirkan. Lalu, saya berjalan menyusuri jalan menuju gerbang masuk masjid mataram. Ketika baru sampai di depan gerbang masuk, romansa kota lama sungguh terasa. Apalagi ketika sudah melewati gapura eksentrik berarsitektur hindu itu. Ketika sudah di area masjid, saya memandang sekeliling. Hanya terdapat beberapa orang yang sedang bermain bersama keluarga mereka. Lalu, di area bangunan utam masjid, ada sekelompok anak-anak yang sepertinya akan belajar. Tak lama setelahnya, bapak-bapak berkemeja putih dan berkopiah datang menghampiri mereka. Seorang bapak itu sepertinya adalah guru yang mereka nanti. Setelahnya, interaksi pun terjadi di tengah-tengah mereka. Suara riuhnya sungguh saya rindu. Apalagi ketika saya mendengar suara anak-anak itu menirukan bacaan yang dicontohkan oleh guru di depan mereka. Pagi hari, riuh anak-anak, langit cerah, sesekali kicau burung terdengar. Sungguh, duduk atau berjalan-jalan di sana rasanya menyenangkan dan menenangkan. Tak cukup hanya berkeliling di area masjid, rasa penasaran membawa saya untuk kembali berjalan ke belakang. Setahu saya, di sana pun ada pesarean atau makam. Itu adalah makam raja-raja mataram tempo dulu. Saya seperti dibawa ke tempat lain setelah melewati gerbang masuk itu. Kicauan burung terdengar jelas menyambut kehadiran saya di sana. ditambah angin yang sejuk, saya terus berjalan semakin menjauhi area masjid. Beberapa gapura saya lewati hingga sampailah di depan gerbang yang tertutup rapat dan terkunci. Saya tidak bisa masuk ke sana. itu adalah area makam raja-raja mataram. Bisa saja sih kalau memang ingin. Asalkan, saya izin terlebih dahulu dengan abdi dalem. Tidak hanya itu, saya pun harus mengikuti syarat dan ketentuan yang perlu dilakukan ketika akan berziarah ke makam tersebut. hal-hal itulah yang membuat saya enggan utnuk memasuki gerbang itu. Ketika melihat petunjuk arah, ada sebuah tanda yang mengarahkan ke sebuah sendang atau pemandian. Tempat itu ada di sebelah kiri gerbang masuk makam. Pagi itu baru satu bagian pintu yang terbuka, sempat ragu, saya mencoba untuk berjalan masuk. Saya kembali merasa terbawa ke masa-masa di film kolosal raja-raja Jawa. Gerbang itu mengarahkan ke sebuah mata air yang digunakan oleh beberapa orang untuk mandi atau sebagai tempat ibadah. Pagi itu, kedatangan saya bebarengan dengan dua orang perempuan yang akan beribadah di sana. merkea membawa dupa lalu membakar dan meletakannya di depan sendang itu. Ketika mencoba mengamati sendang lebih dekat, ternyata airnya begitu bening dan menyegarkan. Saya bisa melihat permukaan tanah di bawahnya. Ikan-ikan, ranting pohon, serta bebatuan tampak jelas. Airnya seperti kaca, berkilaun. Warnanya hijau tosca kebiruan. Ketika mencoba untuk meraih airnya dan mengusapkan ke wajah, kesegaran sungguh terasa. Wah, saya jadi ingin cuci muka lagi deh! Setelah berkeliling di area sendang, saya sungguh merasa lelah. Saya putuskan untuk duduk sejenak di bebatuan depan gerbang sembari memandang lanskap yang tampak di sapuan mata saya tersebut. hingga pukul 8.20, saya masih duduk dan mendengarkan kicauan burung. Suaranya sungguh menenangkan. Beragam jenis burung seperti berebut ruang untuk berkicau dan memamerkan nada kicauannya yang memikat.
yosi sulastri

yosi sulastri

hotel
Find your stay

The Coolest Hotels You Haven't Heard Of (Yet)

Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.

hotel
Find your stay

Trending Stays Worth the Hype in Bantul Regency

Find a cozy hotel nearby and make it a full experience.

One of the oldest mosques in Yogyakarta and central Java yet one of the most preserved ones. The mosque is located in the southern part of Yogyakarta city (if you consider Kotagede as part of the city). The mosque was established around the 16th century as the royal mosque of the kingdom of Mataram. Even though the kingdom's capital changed a few times, this mosque remains because the Kotagede remains populated and it contains the founder of the kingdom. The main building is actually was made in the 20th century. Renovated by the king of Surakarta, Susuhunan Pakubuwana X. But the gates are still authentic except for the main eastern gate which was renovated in the 80s due to a major earthquake.
Jaso Jangan Soto

Jaso Jangan Soto

See more posts
See more posts