Museum ini terletak di Jalan Diponegoro no. 1, Magelang dan merupakan kediaman terakhir Diponegoro sebelum ditangkap oleh Belanda. Lokasinya di sayap kiri rumah dinas Karesidenan Kedu, yang berlokasi di salah satu ruangan dalam kompleks Kantor Pembantu Gubernur Wilayah Kedu seluas 2.552 meter persegi. Persemian museum ini dilakukan pada 11 Agustus 1977 dan masih terletak menyatu dengan Pendopo Karesidenan Kedu yang dibangun pada tahun 1810 silam. Museum yang bergaya arsitektur klasik Eropa ini lebih bersifat memorial atau mengenang Pangeran Diponegoro yang ditangkap ketika sedang berunding dengan Belanda. Sejarah museum Diponegoro Magelang berkaitan erat dengan tertangkapnya Diponegoro, sebab bekas kamar dimana terjadi peristiwa perundingan dan penangkapan tersebut dijadikan museum untuk mengenang perjuangannya. Sejumlah peninggalan dari masa tinggalnya di ruangan tersebut dipamerkan di museum Diponegoro Magelang yang berukuran 10 x 10 meter, seperti :
Jubah yang sering digunakannya yang terbuat dari kain santung dari Tiongkok berukuran 1.57 x 1.35 meter, yang diserahkan kepada putra menantunya bernama Basah Mertonegoro setelah ditangkap.
Seperangkat meja dan kursi kayu jati yang terdapat bekas garukan kuku Diponegoro di lengan kursi bagian kanan karena menahan kemarahan ketika menyadari bahwa dirinya ditipu oleh Belanda.
Cangkir – cangkir yang dulu digunakan untuk minum teh oleh beliau. Tepatnya dua buah teko yang berukuran kecil dan besar serta 7 buah cangkir putih milik pribadi Diponegoro.
Bale – bale yang digunakan oleh Diponegoro untuk shalat ketika di Brangkal, Gombong. Bale – bale itu beralas bambu yang dibelah dan sebelumnya disimpan oleh Kyai Haji Syafei dari Brangkal.
Kitab Taqrib peninggalan Pangeran Diponegoro yang disimpan di dalam lemari kaca untuk menjaga kondisinya. Kitab yang berisi tulisan arab gundul itu merupakan hasil karya Kiai Nur Iman dan diterjemahkan oleh Kiai Melangi dari Sleman.
Beberapa lukisan juga terdapat di dinding museum termasuk karya Raden Saleh yang menceritakan tentang penangkapan Pangeran Diponegoro.
Di depan museum terdapat sebuah bungalow yang saat ini sering digunakan untuk sesi foto pra wedding. Dari sini pengunjung dapat melihat Gunung Sumbing dan Gunung Merbabu dari kejauhan. Kompleks museum masih sangat asri dan terawat dengan banyaknya pohon – pohon yang tua, besar dan teduh sehingga merupakan tempat yang nyaman untuk dikunjungi.
Jam buka museum sejak pukul 07.30 hingga pukul 16.00 dan tidak dipungut biaya masuk sama sekali. Pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum ke museum yang jaraknya dari kota Magelang tidak lebih dari 0,5 kilometer. Beberapa tahun yang lalu sempat terdengar rencana untuk mengembangkan museum dengan menambahkan beberapa bangunan baru, namun hingga kini kepastiannya...
Read moreI know this place, but I didn't come here to see what's inside the museum. I was here for my cousin's wedding party. So I will describe what I saw at the backyard. Yes, this museum has a wide backyard, with many tame deers walking around the backyard freely. This backyard can be reserved for a party. The atmosphere is cozy and has vast view to the villages far away. They have 2 gazebos, on the left and right side of the backyard, but one of them is unmaintened. The unmaintened one is located near the very old UGM branch in Magelang. Yes, there are some unused and dormant buildings, and it was used to be the UGM university, Magelang branch. There's monument which has a note, that the university exist on 1978. Wow...it was so long ago. But we can still...
Read moreKantor Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) II Jawa Tengah di Jalan Pangeran Diponegoro No 1, Kota Magelang adalah salah satu saksi bisu penangkapan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro yang terkenal dengan sebutan Perang Jawa atau Java Oorlog 1825-1830. Dulu tempat itu adalah kantor Residen Belanda yang membawahi wilayah Kedu dan sekitarnya.
Di salah satu ruangan tepatnya di sisi selatan adalah tempat Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 melakukan perundingan dengan Jenderal De Kock. Setelah itu, dia ditangkap kemudian dibawa ke Semarang kemudian diasingkan ke Manado hingga meninggal di tempat pembuangan di Makassar.
Pintu masuk ruangan yang di namakan Kamar Diponegoro dengan kusen dan daun pintu kayu jati setinggi 3 meter. Di kanan pintu tertulis tulisan, "Diponegoro, lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, mulai peperangan di Tegalrejo 20 Juli 1825. Kena siasat Belanda, Magelang 28 Maret 1830. Wafat Makasar 8 januari 1855".
Di ruangan seluas 6 x 6 meter atau 36 meter persegi itu tersimpan beberapa koleksi peninggalan Diponegoro diantaranya jubah, meja kursi saat perundingan dengan Jenderal De Kock, bale-bale, kitab Ta'rib, lukisan dan poci/teko serta cangkir.
Empat buah kursi kayu jati dan satu meja adalah tempat duduk saat Pangeran Diponegoro berunding dengan Jenderal De Kock. Pangeran Diponegoro duduk menghadap keluar (barat). Sedangkan De Kock duduk berhadapan dengan sanga pangeran menghadap ke timur. Dua kursi di kanan kiri diduduki oleh dua orang yang bertindak sebagai penerjemah.
Kursi dengan anyaman rotan yang diduduki Diponegoro di bagian kanan tempat pegangan tangan terdapat bekas cengkraman tangan Pangeran Diponegoro. Ada bekas cengkraman yang membekas seperti goresan di kayu yang menandakan kemarahan Pangeran Diponegoro terhadap tipu muslihat yang dilakukan Belanda. Saat ini kursi tersebut ditutup dengan lemari kaca dan...
Read more