Tersebutlah seorang tokoh Islam sekaligus penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang masih keturunan Arab, al-Habib Husein. Sekitar tahun 1733, ia meninggalkan kediamannya (Semarang) menuju Kerajaan Matan (kini daerah Kalimantan Barat) untuk menyebarkan syariat Islam. Oleh Raja Matan, Sultan Kamaluddin, ia langsung diangkat menjadi Mufti Peradilan Agama.
Meskipun Habib Husein telah diangkat menjadi mufti, namun ia tetap tidak mau meniggalkan tugas sucinya, yaitu menyebarkan agama Islam. Melihat kemampuan dalam menguasai ilmu Islam, Sultan Kamaluddin menikahkan salah seorang putrinya bernama Nyai Tua dengan Habib Husein. Dari hasil perkawinannya itu melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Syarif Abdurrahman pada tahun 1742.
Jabatan mufti di Kerajaan Matan sayang tidak dapat bertahan lama, sebab timbul perselisihan pendapat dengan Sultan Kamaluddin sehingga Habib Husein kemudian pindah ke Kerajaan Mempawah. Ketika ia meninggalkan Kerajaan Matan, ia diantar oleh tiga buah perahu. Sementara dari Kerajaan Mempawah yang menjemput sebanyak dua perahu, yang langsung dipimpin oleh Putra Panembahan Mempawah, Gusti Haji, dengan gelar Pangeran Mangku. Kepindahan Habib Husein terjadi pada tanggal 8 Muharam 1172 H. Tetapi, kemudian Habib Husein meninggal. Peran ayahnya itu kemudian digantikan oleh Syarif Abdurrahman.
Akan tetapi, pada tahun 1771 M, Syarif Abdurrahman dan saudara- saudaranya beserta pengikutnya meninggalkan Kerajaan Mempawah dengan tujuan menyebarkan agama Islam. Perjalanannya itu dikawal oleh 14 buah perahu yang bernama Perahu Kakap. Abdurrahman bersama rombongannya langsung menyusuri Sungai Kapuas menuju Hulu.
Tepat tanggal 14 Rajab 1185 H (23 Oktober 1771 M) rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di tanjung ini, mereka naik ke darat kemudian menebas hutan belantara untuk dijadikan daerah pemukiman. Daerah tempat tinggal Syarif Abdurrahman itu lalu diberi nama Pontianak.
Di daerah “pemukimanbaru” itulah didirikan sebuah masjid yang atapnya terdiri atas daun rumbia, yang kondisinya pun belum sempurna, namun Sultan Syarif Abdurrahman keburu meninggal dunia tahun 1808 M. Dengan wafatnya Syarif Abdurrahman, Kesultanan Pontianak dilanjutkan oleh Sultan Syarif Kasim, adik Syarif Abdurrahman.
Hal itu dapat terjadi karena putra Abdurrahman, yaitu Syarif Usman belum dewasa. Akan tetapi, setelah Usman menginjak dewasa maka diangkatlah Syarif Usman sebagai Sultan Pontianak (1822-1855). Pada masa kesultanan Syarif Usman inilah, masjid yang dibangun pada masa Abdurrahman dibangun kembali bahkan masih dijadikan masjid kesultanan. Demi mengabadikan nama Abdurrahman yang memiliki jasa dalam pembangunan masjid tersebut, kemudian nama Abdurrahman diabadikan untuk nama masjid yang ia rintis pertama kali. Enam Tiang Besar
Setelah Masjid Abdurrahman ini penyempurnaannya diselesaikan, pada ruangan dalam terdapat enam buah tiang besar yang kokoh. Ini melambangkan sifat keimanan yang kuat dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Demikian juga atap masjid yang berbentuk bangunan joglo (terdiri atas empat atap). Pada tingkat ketiga terdapat empat buah menara kecil yang melambangkan keempat sahabat Nabi (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali).
Sejak masjid ini didirikan, fungsinya tidak hanya sekadar untuk kegiatan yang bersifat ubudiyah semata-mata, tetapi lebih dari itu masjid ini juga dijadikan basis (tempat) penyebaran agama Islam. Selain itu, Masjid Abdurrahman ini dijadikan pula sebagai pusat pendalaman masalah-masalah ilmu Islam. Penggalian-penggalian ilmu pengetahuan Islam tidak saja dilakukan oleh sultan sendiri, tetapi juga oleh tokoh- tokoh Islam pada saat itu, seperti Muhammad Alqadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, H. Ismail Kelantan, H. Muhammad Habsyi, Habib Ahmad Syahab, Syekh Yusuf Mansur, dan masih banyak lagi...
Read moreMasjid Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie terletak di Kampung Beting RT.01 RW.02 Kelurahan Dalam Bugis, Pontianak Timur, Pontianak, Kalimantan Barat
Masjid Jami' Pontianak atau dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman adalah masjid tertua dan terbesar di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid ini merupakan satu dari dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak
Pendiri masjid sekaligus pendiri Kota Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, seorang penyebar agama Islamdari Jawa. Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun masjid dan istana untuk sultan.
Masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi. Ia memiliki putera bernama Syarif Usman. Saat ayahnya meninggal, Syarif Usman masih berusia kanak-kanak, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan almarhum ayahnya. Maka pemerintahan sementara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman, dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Beberapa ulama terkenal pernah mengajarkan agama Islam di masjid Jami' Sultan Abdurrahman. Mereka di antaranya Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan.
Masjid Jami' Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah salat. Masjid akan penuh terisi jamaah salat, saat waktu salat Jumat dan tarawih Ramadan. Pada sisi kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya merupakan permukiman padat penduduk Kampung Beting, kelurahan Dalam Bugis dan di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke barat,...
Read moreMasjid Sultan Syarif Abdurrahman didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman ketika pertama kali membuka kawasan hutan persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas tahun 1771. Tempat yang kini dikenal sebagai kota Pontianak. Sultan Syarif Abdurrahman juga membangun Istana tak jauh dari masjid ini.
Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, penyebar agama Islam dari Semarang (Jawa Tengah). Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua, dan beliau diangkat sebagai Mufti Kerajaan. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Dalam perkembangannya, kemudian terjadi perselisihan antara Sultan dengan al-Habib Husein. Akhirnya, al-Habib memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Matan, pindah ke Kerajaan Mempawah dan bermukim di kerajaan tersebut hingga ia meninggal dunia. Setelah al-Habib Husein meninggal dunia, posisinya digantikan oleh anaknya. Syarif Abdurrahman. Akan tetapi, Syarif Abdurrahman kemudian memutuskan pergi dari Mempawah dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam.
Foto dari panoramio
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru, termasuk bangunan Masjid dan Istana dan membentuk Kesultanan Pontianak.
Masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Ketika Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi kekuasaanya diteruskan sementara waktu oleh adiknya yang bernama Syarif Kasim karena putera Syarif Abdurrahman yang bernama Syarif Usman masih kanak-kanak ketika ayahnya meninggal dunia. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak pada tahun 1822 sampai dengan 1855 Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman, dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Sejak masjid ini didirikan, selain berfungsi sebagai pusat ibadah, juga digunakan sebagai basis penyebaran Agama Islam di kawasan tersebut. Beberapa ulama terkenal yang pernah mengajarkan Agama Islam di masjid ini di antaranya Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H Ismail Jabbar dan H...
Read more