Sunan Ampel's tomb is a historical landmark located in Surabaya, Indonesia, renowned for its significance in the spread of Islam in Java. As one of the nine Islamic saints or Wali Songo, Sunan Ampel played a pivotal role in shaping the religious landscape of the region. The tomb complex, situated in the heart of Surabaya's old town, serves as a pilgrimage site and a place of reverence for Muslims and visitors alike.
Stepping into the compound, visitors are greeted by a serene atmosphere and a sense of tranquility. The architecture of the tomb reflects traditional Javanese Islamic design, adorned with intricate carvings and calligraphy that speak to the rich cultural heritage of the area. The tomb itself is surrounded by lush greenery and shaded by ancient trees, providing a peaceful retreat from the bustling city outside.
Many visitors come to pay their respects to Sunan Ampel, offering prayers and seeking blessings for various purposes. The tomb complex also houses a mosque where worshippers gather for daily prayers and religious ceremonies. It serves as a spiritual hub for the local Muslim community, fostering a sense of unity and devotion among its followers.
Aside from its religious significance, Sunan Ampel's tomb is also a site of historical interest. It offers insight into the early spread of Islam in Java and the cultural assimilation that took place between indigenous Javanese traditions and Islamic teachings. Guided tours are available for those interested in learning more about the tomb's history and significance.
Overall, a visit to Sunan Ampel's tomb is a deeply enriching experience, offering a glimpse into Indonesia's religious and cultural heritage. Whether you are a devout Muslim seeking spiritual solace or a curious traveler interested in history, the tomb's tranquil ambiance and historical significance make it a must-visit destination...
Read moreMasjid Ampel didirikan tahun 1421 oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah seluas 120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel), Kecamatan Semampir Surabaya atau sekitar 2 km ke arah Timur Jembatan Merah. Tidak disebut kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini. Sunan Ampel juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Sejak tahun 1972 Kawasan Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan menjadi tempat wisata religi oleh Pemkot Surabaya.
Ampel adalah sebuah kawasan di bagian utara Kota Surabaya dimana mayoritas penduduknya merupakan etnis Arab. Di kawasan ini kental dengan suasana Timur Tengah dan pasarnya yang menjual barang dan makanan khas Timur Tengah. Pusat kawasan Ampel adalah Masjid Ampel yang terletak di Jalan Ampel Suci 45 atau Jl. Ampel Masjid 53 dan didirikan pada abad ke-15. kawasan Ampel merupakan salah satu daerah kunjungan wisata religi di Surabaya. Apabila Anda ingin berbelanja barang atau makanan khas Timur Tengah maka datanglah ke Masjid Ampel.
Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami. Masjid ini masih dipengaruhi dengan alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha lewat arsitektur bangunannya. Di masjid inilah saat itu sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan wali dari berbagai daerah di Jawa untuk membicarakan ajaran Islam sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.
Masjid Ampel berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jawa Timur dan diyakini memiiki ‘karomah’. Seperti disebut dalam cerita masyarakat, saat pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat dari berbagai arah dan menghancurkan kota Surabaya namun tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada Masjid Ampel bahkan seolah tidak terusik.
Sunan Ampel adalah salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah merupakan seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat. Sunan Ampel diperkirakan lahir tahun 1401 di Champa, Kamboja. Sejarah mencatat, Sunan Ampel adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi. Salah satu Raja Champa yang yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur. Saat berusia 20 tahun, Raden Rachmat memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa, tepatnya di Surabaya yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut itu. Di usianya 20 tahun, Sunan Ampel sudah dikenal pandai dalam ilmu agama, bahkan dipercaya Raja Brawijaya untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya. Tugas khususnya adalah untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Untuk itu Raden Rachmat dipinjami oleh Raja Majapahit berupa tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya untuk syiar agama Islam. Karena tempatnya itulah, Raden Rachmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel. Sunan Ampel memimpin dakwah di Surabaya dan bersama masyarakat sekitar membangun masjid untuk media dakwahnya yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel. Di tempat inilah Sunan Ampel menghabiskan masa hidupnya hingga wafat tahun 1481 dan makamnya terletak di sebelah kanan depan masjid Ampel.
Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya hingga kini. Saat ini Masjid Ampel ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Pertama kali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel adalah almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Sepeninggal KH Nawawi Muhammad hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi...
Read moreMakam Sunan Ampel Surabaya
Makam Sunan Ampel Surabaya berada di dalam kompleks makam tua di belakang Masjid Ampel, melewati jalan di samping masjid dan melintasi tiga gapura paduraksa. Ketika melewati sebuah gapura, seorang penjaga berkata bahwa pengunjung tidak diperbolehkan memotret Makam Sunan Ampel, dan saya pun menurutinya.
Meski demikian foto Makam Sunan Ampel bisa ditemukan di banyak situsweb, dan jika tujuannya untuk melindungi privasi, maka muka peziarah bisa disamarkan tanpa harus membuat larangan memotret. Lepas dari hal tak perlu itu, lingkungan di kompleks Makam Sunan Ampel tidak jauh beda dengan area di sekitar Masjid Ampel, yaitu bersih, meski cat tembok gapura sudah mulai kelihatan berlumut dan perlu dicat ulang.
Makam Sunan Ampel menjadi salah satu tengara fisik bagi kehidupan salah seorang tokoh Walisongo yang berperan besar dalam mengembangkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Berkembangnya Islam di Jawa berlangsung pada masa surutnya Kerajaan Majapahit, menyusul lahirnya Kesultanan Demak Bintoro yang Islam.
Gapura ini saya lewati ketika menuju lokasi ke Makam Sunan Ampel, yang jika dilihat letaknya maka gapura itulah yang disebut sebagai Gapuro Madep, yang artinya menghadap (kiblat). Setiap gapura memang memiliki nama dengan arti tertentu. Makam yang sangat luas ini juga menjadi tempat pemakaman para santri dan pengikutnya. Sebelum melewati gapura paduraksa terakhir, saya berhenti di depan Makam Mbah Shonhaji, atau Mbah Bolong.
Konon ketika orang-orang meragukan arah kiblat Masjid Ampel yang ditetapkannya, Mbah Bolong membuat lubang pada dinding dengan jarinya, dan dari lubang itu para santri bisa melihat Ka'bah yang berada di Mekah. Mbah Bolong adalah bekas Nakhoda kapal, sehingga bisa jadi ia menggunakan pengetahuannya tentang ilmu falak atau ilmu perbintangan untuk menetapkan arah kiblat. Sebagai pelaut tentu ia sangat faham tentang posisi bintang di langit untuk menetapkan arah. Gapuro Paneksen yang juga saya lewati saat menuju ke lokasi Makam Sunan Ampel Surabaya. Gapuro Paneksen melambangkan Rukun Islam yang pertama, syahadat, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusannya. Kebersihan kompleks Makam Sunan Ampel ini bisa dilihat pada foto di atas.
Di dalam kompleks makam setelah gapura paduraksa yang terakhir terdapat sebuah pendopo tempat berteduh, sementara halamannya yang luas dilapis paving block rapi dan bersih, serta dinaungi beberapa batang pohon pelindung. Kabarnya para peziarah banyak yang berkunjung pada hari Jumat, atau pada hari libur, dan semakin banyak lagi menjelang dan selama bulan puasa.
Masih di dalam kompleks Makam Sunan Ampel Surabaya terdapat pula Petilasan Sunan Kalijaga yang berpagar besi terpisah dari kompleks makam utama. Sunan Kalijaga adalah salah satu sunan wali songo yang dikenal gemar bepergian dalam menjalankan dakwahnya, sehingga petilasannya bisa dijumpai sampai di Cirebon.
Selain itu ada pula Petilasan Sunan Kalijaga di Gresik, dan Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak. Yang disebut terkhir merupakan makam dimana jasad sang sunan disemayamkan. Adalah Sunan Bonang, putera Sunan Ampel, yang kemudian merubah jalan hidup Raden Said sehingga akhirnya menjadi ulama terkenal dan disegani berjuluk Sunan Kalijaga.Makam Sunan Ampel berada dibalik pagar pada foto di atas, yang letaknya bersebelahan dengan makam Dewi Condrowati (Nyai Ageng Manila), isteri pertamanya yang merupakan puteri Adipati Tuban Arya Teja. Dari Condrowati, Sunan Ampel memiliki anak Siti Syariah (istri Sunan Kudus), Siti Mutmainah (istri Sunan Gunung Jati), Siti Khafshah (istri Sunan Kalijaga), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden Qosim (Sunan...
Read more