Serangan Umum Surakarta atau juga disebut Serangan Umum Empat Hari berlangsung pada tanggal 7 -10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo dan sekitarnya. Menurut catatan sejarah, serangan itu digagas di kawasan Monumen Juang 45, Banjarsari, Solo. Untuk menyusun serangan, para pejuang berkumpul di Desa Wonosido, Kabupaten Sragen dari situlah ide untuk melakukan serangan umum dikobarkan.
Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam Detasemen II Brigade 17 Surakarta yang dipimpin Mayor Achmadi. Untuk menggempur markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru kota Solo. Rayon I dari Polokarto dipimpin Suhendro, Rayon II dipimpin Sumarto). Sementara itu Rayon III dengan komandan Prakosa, Rayon IV dikomandani A Latif (almarhum), serta Rayon Kota dipimpin Hartono. Menjelang pertengahan pertempuran Slamet Riyadi dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran.
Kegagalan Tentara Kerajaan Belanda mempertahan Kota Solo menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya. Sehingga memaksa perdana menteri Drees terpaksa mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum mereka bersedia menghadiri Konferensi...
Read moreDuluuuuu....... sekali, merupakan tempat istirahat dokar dan andong. Kusir selalu memberi makan dan minum kudanya. Setelah dokar dan andong tersingkir, menjadi tempat penampungan sampah. Kemudian menjadi shelter 3 pedagang, sate ayam ponorogo, sate kambing muda, dan es buah segar. Akhirnya atas permintaan yayasan ganeca, tempat tersebut di jadikan monumen peringatan pertempuran 4 hari di solo karena di sebelahnya adalah kantor pusat perjuangan pejuang RI yang di pimpin oleh...
Read moreSebelum dibangun monumen, disini merupakan shelter PKL es buah, Sate Ponorogo dan Rujak, yang sebelumnya mereka bertiga jualan di seberang sebelah barat monumen ini. Sebelumnya hanya tanah lapang berbentuk segitiga, tempat yg kami anak - anak sekitar bermain petasan di bulan puasa hingga usai lebaran lebih dari 45an tahun lalu. Dengan di bangunnya monumen ini, semoga generasi penerus paham akan bagaimana sejarah kota Solo termasuk para pejuang yang terlibat...
Read more