Opened in 2022, the second building was definitely using technology much more than Sonobudoyo Museum Unit 1 in showcasing the museum exhibits. It was therefore a far more interactive and immersive experience.
Each of the 6 floors has a different theme to it. Pretty well-organized and English signages and explanations were also clearly displayed.
With an English-speaking guide, Jessica, I was able to find out more about the origins and stories of the key exhibits. Jessica was also able to address all my questions well and in a friendly manner. Do remember to ask for an English-speaking guide at the entrance to Sonobudoyo Museum Unit 1.
Do remember to keep the museum ticket with you as the museum officer will ask for it before you enter this second building (new building). After checking the ticket, the officer will validate the ticket for visit by punching a hole in the ticket.
Very thankful to be able to spend a good part of the morning here before walking 50 meters from here for a delicious lunch that...
Read moreSaya kesini dengan budhe saya yg sudah sepuh. Saya sampai lokasi sekitar jam 09.30 dan ternyata antrian di loket masuk sudah cukup panjang. Antrian makin lama karena saat membeli tiket harus isi buku tamu. Beberapa kritik dan saran saya utk museum ini: Untuk pembelian tiket dan pengisian buku tamu sebaiknya dilakukan online shg tdk perlu lagi antri di lokasi. Atau bisa disediakan QR code di pintu2 masuk dan tamu bisa langsung mengisi buku tamu & pembelian tiket disitu (pembayaran bisa menggunakan uang elektronik saja). Utk org yg sdh sepuh, antri dgn berdiri dan kepanasan itu sangat melelahkan apalagi di lokasi sangat sedikit tmpt duduk & tanpa atap. Keterangan/informasi utk benda2 yg dipamerkan sangat kurang lengkap. Tulisan jg sangat sulit terbaca (background hitam, tulisan putih, tulisan sangat kecil, kurang penerangan pada bagian label). Bagaimana kita bisa baca informasi dr setiap koleksi jika papan infromasinya tidak lengkap? Tidak semua orang yg drg ke museum hanya utk foto2. Garis batas utk pengunjung agar tdk terlalu mendekat ke koleksi sebaiknya diganti dgn semacam pembatas (kurang paham namanya, namun spt yg ada di bank). Agar pengunjung dpt lebih aware bahwa memang utk melihat koleksi tdk bisa terlalu dekat. Guide yg ada sebaiknya dilakukan pelatihan utk lebih mengenal koleksi dgn baik. Ketika saya berkunjung, saya ditemani oleh guide yg belum terlalu paham dgn informasi dari setiap koleksi. Ini juga berkaitan dgn saran saya di poin 2. Jika papan informasi di setiap koleksi sdh detail, maka walaupun didampingi oleh guide yg kurang paham, maka pengunjung tdk akan kebingungan krn bisa membaca sendiri informasi di papan tsb. Seluruh informasi (pameran, pagelaran tari, penyewaan kostum, dll) sebaiknya disebarkan secara detail di media sosial maupun disajikan dalam banner yg dipajang di depan pintu masuk shg lebih jelas bagaimana cara bookingnya, berapa biayanya dll. Krn kmrn saya tanya ke guidenya jg tidak terlalu paham. Utk pagelaran tari saja loketnya baru dibuka jam 7 malam. Apakah ini tdk bisa beli via online? Tolong yaa, semuanya sekarang serba online dan tdk semua org punya waktu hanya utk mengantri. Suara VO di bioskop menggema sehingga tdk bisa mendengar apa yg disampaikan dgn jelas pdhl ceritanya sangat bagus. Dan knp tdk disediakan tmpt duduk ya? Minimal spt bangku panjang tanpa sekat jika memang ingin memuat org lebih banyak. Tdk semua orang sanggup utk duduk lesehan. Utk yg lansia, utk berdiri dari lesehan ini cukup sulit. Tolong lebih memperhatikan kondisi setiap pengunjung.
Saya sangat mengapresiasi museum ini yg semakin berbenah. Utk bioskop dan cerita rakyat ttg ajisaka ini sangat bagus. Namun saya harap semua kritik dan saran saya ini bisa didengar dan dijadikan pertimbangan utk tindak lanjut perbaikan fasilitas maupun pelayanan di museum....
Read moreHonestly, I didn’t expect a museum to look this sleek. It’s super clean, spacious, and feels way more interactive compared to the usual museum experience. The exhibits? Modern presentation but still packed with history – from wayang kulit, traditional crafts, to all things Javanese culture.
They’ve got a mix of digital displays, well-lit galleries, and cozy vibes for strolling around. It’s like they designed this place for us to actually enjoy learning without falling asleep. Plus, the AC hits nice, which is a bonus in Jogja’s heat. ❄️👌
If you’re a sucker for aesthetics and a bit of history, this new building is where it’s at. Perfect for a chill afternoon exploring, and you’ll definitely walk out feeling cultured. Cheap tickets, cool ambiance, and great content for the ‘gram –...
Read more